Dari : Situs Alfi

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 19 Mei 2014

ILMU MERUPAKAN WARISAN RASUL



Ada kisah yang menarik tentang keutamaan menuntut ilmu ini. Pada suatu hari, 10 orang terpelajar menemui Khalifah Ali bin Abi Thalib RA. yang ingin menguji kebijaksanaan Khalifah Ali tentang ilmu, karena Khalifah Ali memang dikenal karena banyaknya ilmu yang ia miliki. pelajar itu bertanya "Wahai Amirul Mu’minin, kami ingin bertanya kepadamu!”, Khalifah Ali menjawab, “Silahkan, pertanyaan apa yang ingin kalian ajukan?” Salah satu dari mereka berucap, “Tentang ilmu dan harta, manakah yang lebih utama dan beri kepada kami masing-masing satu alasannya!” Langsung Khalifah Ali pun menjawab seperti apa yang mereka minta.
Beliau menjawab :
1. Ilmu adalah warisan Rasulullah, sedangkan harta adalah warisan paraFir’aun.
2. Engkau harus menjaga hartamu, sedangkan ilmu yang akan menjagamu.
3. Seseorang yang memiliki banyak harta mempunyai banyak musuh, sedangkan seseorang yang banyak ilmu mempunyai banyak teman.
4. Harta akan habis jika dibagi-bagikan, sedangkan Ilmu akan bertambah jika dibagi-bagikan
5. Ilmu dapat membuatmu sadar untuk menjadi dermawan, sedangkan harta dapat membuatmu menjadi kikir dan sombong
6. Ilmu tidak dapat dicuri oleh orang lain, sedangkan Harta dapat dicuri
7. Harta akan mudah rusak dan hancur, sedangkan Ilmu tidak mudah rusak
8. Ilmu jika dihitung akan tanpa batas dan tak ternilai, sedangkan Harta jika dihitung akan terbatas
9. Harta membuat pikiranmu cenderung gelap, sedangkan Ilmu dapat menerangi pikiran
10. Ilmu mengajakmu untuk mengabdi kepada Tuhanmu, sedangkan Harta dapat membuatmu menganggap dirimu adalah Tuhan.

AYAT-AYAT TENTANG KEDUDUKAN DA’I DALAM ISLAM

MAKALAH
AYAT-AYAT TENTANG KEDUDUKAN DA’I
DALAM ISLAM

Dosen pembimbing :
HUSNAWADI, MA




Disusun Oleh :
Husni imani

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL AQIDAH AL HASYIMIYYAH JAKARTA
2014-2015



Prakata


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberi taufik, hidayah, serta inayahnya kepada kita, sehingga kita semua senantiasa masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya termasuk juga dengan penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah TAFSIF DAKWAH dengan judul
“AYAT-AYAT TENTANG KEDUDUKAN DA’I DALAM ISLAM”

Dan tidak lupa pula, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi agung kita, makhluk termulia dari segala makhluk-makhluk ciptaan-Nya ialah baginda Muhammad SAW, serta kepada para kerabatnya, para shahabat seluruhnya, wa ba’du:

Terimakasih kami ucapkan atas dukungan dan dorongan kepada bapak / ibu dosen pembimbing, beserta teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga menjadi sebuah karya ilmiah yang baik dan benar.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang selalu membangun dari teman-teman sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas wawasan mengenai dongeng serta seluk beluknya.Dan tidak lupa pula penulis mohon maaf atas kekurangan di sana sini dari makalah yang penulis buat ini.




Jakarta, 08 mei 2014

Husni imani



BAB I
PENDAHULUAN

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam.
Dakwah merupakan denyut nadi Islam karena dengan dakwah itu lah Islam berkembang, dengan dakwah itu Islam dikenal dan tentunya tanpa dakwah itu, Islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.
Dakwah dilakukan oleh para muslim dan muslimah atau yang kita fahami dengan da’i, dan perlu kita ketahui bahwa berdakwah adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi seorang umat muslim yang beriman.
Seorang pendakwah atau da’i dituntut untuk menjadi orang yang mempunyai pemahaman yang mendalam mengenai syariat Islam itu sendiri bahkan ia harus mampu menyelesaikan semua permasalahan kehidupan yang ada sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits. Tidak lepas dari itu, seorang da’i juga harus bisa menjadi sebuah figur dan personal baik dihadapan masyarakat yang mana dia berdakwah di dalamnya. Ia harus memiliki solusi real yang sesuai dengan syariat Islam akan permasalahan yang ada dan berkembang di masyarakat. Dia juga harus mempunyai spirit dan jiwa pejuang Islam sejati yang tidak akan pernah menyerah dalam berdakwah walau kematian yang menantangnya untuk berhenti berdakwah maka pejuang sejati tidak akan pernah berhenti dari dakwah ini. Bahkan walaupun dia digoda oleh harta, tahta dan wanita maka ia tidak akan pernah keluar dari barisan dakwah serta terjerumus kepada hal-hal yang tidak syar’i.
Di tengah-tengah masyarakat, seorang pendakwah juga dituntut untuk menjadi figur yang baik serta berwibawa dan tidak suka membuat masalah. Hal ini sangat diperlukan karena masyarakat kita sekarang yang masih memandang sebuah kebenaran dari orang yang menyampaikannya bukan dari apa yang disampaikan. Figur yang baik dan tentunya syar’I sangat efektif dalam menyampaikan sebuah hukum syariah dan Islam karena masyarakat akan berpikir dua kali dan tidak langsung menolaknya mentah-mentah. Pendakwah tentunya harus benar-benar menjaga iffah ( harga diri ) serta sikapnya di tengah-tengah masyarakat, apa pantas seorang pendakwah yang meneriakkan hukum syariah, menyampaikan hal-hal berbau Islam tapi sikapnya seolah-olah tidak mencerminkan ketaatan kepada hukum syara yang disampaikannya itu.


BAB II
PEMBAHASAN

1) Pengertian Da’i
Secara harfiah kata da’i berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yang artinya panggilan, seruan atau ajakan.
Maksudnya adalah orang (manusia) yang mengajak dan menyeru manusia agar mengakui Allah Swt sebagai Tuhan, lalu menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur-Nya sebagaimana tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian target dakwah adalah mewujudkan sumber daya manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.
Firman Allah ta’alla :

"dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[2]; merekalah orang-orang yang beruntung''. (QS. Ali 'Imran 104)
[2] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Da’i dalam makna istilahi adalah pelaku kegiatan da’wah Al-Quran. Yaitu orang yang menggemakan ajakan, seruan, panggilan, undangan, tawaran, anjuran untuk hidup dengan Al-Quran. Ia juga bermakna Muadzin, karena ia mengajak kepada sesuatu yang dapat mendekatkan kepada Allah. Bentuk jamak Dai adalah Du’at atau Da’uun seperti kata Qadhi bentuk jamaknya adalah Qadhuun.

Du’at menurut bahasa adalah kata umum mencakup Du’at kebaikan atau du’at keburukan dan kesesatan. Maka setiap orang yang membawa fikroh, lalu ia mengajak dan mengundang orang lain kepadanya, apakah fikroh tersebut baik atau buruk, ia disebut da’iyah menurut bahasa. Da’iyah pertama adalah dalam umat ini adalah Rosulullah SAW.

Da’i secara istilah juga mempunyai maksud orang Islam yang secara syariat mendapat beban dakwah mengajak kepada agama Allah. Tidak diragukan lagi bahwa definisi ini mencakup seluruh lapisan dari rasul, ulama, penguasa setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
Ada pendapat yang mengklasifikan da’i kedalam beberapa tingkatan atau hierarki. Dilihat dari urutan penyampai wahyu, tentu saja Allah sebagai pemilik wahyu itu sendiri menempati urutan pertama. Dengan kata lain, dalam konteks da’wah, Allah adalah da’i yang pertama. Da’i berikutnya, yang kedua, adalah Malaikat. Selanjutnya, da’i yang ketiga, adalah Nabi. Setelah da’wah Allah sampai kepada Nabi, maka seterusnya Nabi lah yang diberi amanah untuk menjalankan proyek da’wah Al-Quran di bumi, dan Allah terus mengendalikannya melalui penurunan wahyu yang dilakukan secara bertahap dan mengikuti kebutuhan pragmatis, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi Nabi dalam proses da’wah dari hari ke hari.
Al-Bayanuni menyimpulkan dari sekian banyak definisi dakwah, bahwa dakwah adalah kegiatan menyampaikan Islam kepada manusia, mengajarkan mereka dan mengaktualisasi dalam kehidupan.
Pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa Dakwah ialah menyampaikan Islam kepada umat manusia seluruhnya dan mengajak mereka untuk komitmen dengan Islam pada setiap kondisi. Atau dengan kata lain dakwah ialah segala aktifitas kebajikan yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip Islam dalam rangka membawa manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.


2) Ayat-ayat tentang kedudukan Da’i
Dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting, maka secara hukum adalah kewajiban yang harus diemban oleh setiap muslim. Ada banyak dalil yang menunjukkan kewajibannya, di antaranya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[*] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125).
[*] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:

“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS. Ali Imran: 110 ).

Dalam bahasa yang lain, Rasulullah mengatakan:
“Simaklah! Akan kuberitahu kalian tentang manusia terbaik dan manusia terburuk. Sebenarnya manusia yang terbaik adalah seorang lelaki yang bekerja demi menegakkan ajaran Allah baik di atas punggung kudanya, atau di atas punggung untanya, atau di atas kakinya (tanpa kendaraan), sampai maut datang padanya. Sedangkan manusia yang terburuk adalah seorang lelaki lancang, yang membaca Kitabullah (tapi) ia tidak pernah merujuk (ayat) apa pun darinya.” (Hadits riwayat Ahmad)

Dalam bahasa yang lain lagi, dinyatakan dalam sebuah Hadits:
“Abu Sa’id Al-Khudri r.a. menuturkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah mengatakan: Siapa pun di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka dia (harus) mengubahnya (memperbaikinya) dengan (menggunakan) tangannya. Bila tidak mampu, maka dengan lidahnya. Bila tidak mampu, maka dengan pikirannya. Tapi (yang terakhir) itu adalah (pembuktian) iman yang paling lemah.” (Hadits riwayat Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Nasa’i)

Hadits ini menegaskan satu sisi da’wah; yaitu mengubah kemunkaran (kejahatan; keburukan) menjadi kebaikan. Alat yang digunakan untuk itu adalah tangan (tindakan langsung), lisan (penerangan; penyuluhan; peringatan, dsb.), dan pikiran (harapan; cita-cita; kehendak; keinginan).
Yang terakhir, yaitu ‘bertindak’ melalui pikiran, bila kita lihat dari sisi buruknya, itulah cermin dari kelemahan iman. Tapi bila dilihat dari sisi baiknya, itulah awal dari sebuah proses pembangunan iman. Artinya, bagi seorang mu’min, bila ia belum mampu mengubah keadaan melalui lisannya, apalagi dengan tangannya, maka paling sedikit (minimal) ia harus mempunyai pemikiran (harapan; cita-cita; keinginan) untuk melakukan perbaikan di hari kemudian (setelah ia mampu). Dengan kata lain, harapan, cita-cita, dan keinginan itu adalah sumber daya yang masih tersimpan; yang pada saatnya nanti akan muncul juga ke permukaan.
Pelaksanaan proses da’wah ke luar diri (mengajar) tidak boleh ditunda-tunda; karena hal itu sebenarnya merupakan sebuah kiat untuk memacu semangat berda’wah ke dalam diri sendiri (mempelajari Al-Qurãn). Tapi, hal itu rupanya pernah ‘diprotes’ oleh para pengikut Rasulullah di masa lampau. Dalam sebuah Hadits digambarkan:
“Anas r.a. menceritakan: Kami berkata (kepada Rasulullah), “Ya Rasuullah, kami tidak akan menyuruh orang berbuat baik, sebelum kami sendiri melaksanakan perintah (untuk berbuat baik) seluruhnya. Kami juga tidak akan melarang orang berbuat munkar, sebelum kami sendiri menjauhi kemunkaran seluruhnya.” Maka Rasulullah menjawab, “Jangan begitu! Suruhlah orang berbuat baik, walaupun kalian sendiri belum melakukan (perintah Allah untuk berbuat baik) seluruhnya; dan laranglah orang melakukan kemunkaran, walaupun kalian sendiri belum meninggalkan kemunkaran seluruhnya.” (Hadits riwayat Thabrani)
Hadits ini menggambarkan bahwa keadaan seseorang yang belum sempurna sebagai seorang mu’min tidak harus menjadi penghambat baginya untuk menjalankan proses da’wah.
Lalu, bagaimana dengan anggapan yang berkembang dalam masyarakat bahwa seorang da’i seharusnya adalah tokoh yang bisa dijadikan panutan dalam masyarakat? Anggapan ini sama sekali tidak salah. Seorang da’i memang harus menjadi teladan dalam masyarakat. Tapi keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan yang manusiawi, bukan keteladanan malaikat. Artinya, seorang da’i bukanlah manusia yang begitu lahir lantas menjadi mu’min sempurna. Ia hanya seorang manusia biasa, yang ada kalanya terlahir di tengah lingkungan buruk, sehingga ia pun terpengaruh menjadi manusia yang buruk pula. Tapi justru di situlah letak keistimewannya. Ia yang lahir di lingkungan buruk, dan terpengaruh menjadi buruk, ketika datang orang yang menawarkan ajaran Allah ternyata ia mau menerima, dan selanjutnya aktif pula berda’wah. Di situ lah letak keteladanannya!

Dari orang-orang seperti itu lah kita dapat memetik sebuah pelajaran penting.; yaitu bahwa ajaran Allah ternyata mempunyai kemampuan untuk mengubah kehidupan manusia, membawa manusia bangkit dari kubangan lumpur. Atau dalam bahasa Al-Quran dikatakan keluar dari kegelapan untuk memasuki kehidupan yang terang.

Kesuksesan dakwah tidaklah semata-mata ditentukan kemampuan sang dai, tapi ada faktor terpenting lain adalah khuluqiyyah (kepribadian) sang dai itu sendiri. Pada dasarnya kepribadian seorang dai tercermin dari pesan-pesan dakwah yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Jika dalam dakwahnya ia berpesan agar menegakkan shalat, maka shalat itu memang sudah dilakukannya, kalau ia menganjurkan berinfaq, maka alangkah bijaksananya apabila hal tersebut sudah ia laksanakan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya[1].”
[1]An Nawawi rahimahullah berkata: “ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, isyarat dan tulisan.”
Berdakwah kepada agama Allah Azza wa Jalla termasuk keta’atan yang paling tinggi dan ibadah yang paling agung, ia membutuhkan dari seluruhnya cara-cara yang bermacam-macam, keikhlashan, kesungguhan, kesabaran untuk menyampaikan agama ini, mempertahankan dan memperjuangkannya dari kehancuran:
{يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2)} [المدثر: 1، 2]
Artinya: “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan![2].”
Jika bukan kita penganut agama Islam yang bekerja untuk agama ini, maka siapakah gerangan yang akan mengerjakannya?!

Allah Azza wa Jalla telah memuliakanmu dengan nikmat Islam dan memudahkan bagimu perkara-perkara dan memudahkan bagimu jalan sehingga kamu berjalan di jalan yang paling agung,
Ibnul Qayyim berkata: “Berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah tugasnya para rasul dan para pengikutnya.”
Siapa yang memberikan sebuah buku maka ia adalah pendakwah, siapa yang menghadiahkan kaset maka ia adalah seorang pendakwah, siapa yang mengajarkan oang yang bodoh maka ia adalah seoorang pendakwah, dan barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka ia adalah seorang pendakwah, siapa yang menyampaikan sepatah kata maka ia adalah seorang pendakwah…pintu-pintu yang luas dan jalan yang mudah dan gampang, segala puji hanya milik Allah, setiap kali berkurang kemauan dan hasrat menjadi lemah, maka ingatlah pahala-pahala dan buah-buah yang agung bagi siapa yang berdakwah ke jalan Allah, di antaranya:
1) Mengikuti para nabi dan mencontoh mereka
{قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ } [يوسف: 108]
Artinya: “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.(QS.YUSUF 108)”

2) Bergegas untuk mendapatkan kebaikan dan kemauan di dalam mendapatkan pahala
karena Allah Azza wa Jalla memuji para pendakwah:
{وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ } [فصلت: 33]
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”
Asy Syaukani berkata: “Tidak ada yang lebih baik darinya dan yang lebih jelas dari jalannya dan tidak ada yang lebih banyak pahalanya dibanding amalannya”.

3) Berusaha untuk mendapatkan pahala-pahala yang besar kebaikan-kebaikan yang banyak dengan hanya perbuatan yang sedikit
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira dengan sabdanya:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya. (HR MUSLIM)”

Jika anda menunjukkan seseorang kepada agama Islam maka bagi anda seperti pahala islamnya, amalannya, shalatnya dan puasanya dan tidak mengurangi hal tersebut dari pahalanya sedikitpun, dan pintu ini sangat agung dan luas, siapa yang diberi taufik oleh Allah Azza wa Jalla ia akan masuk ke dalamnya.

4) Taufik dan pendekatan kepada kebenaran: bahwasanya ia adalah buah yang sangat jelas dari dakwah
Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ} [العنكبوت: 69
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Al Baghawi berkata: “Orang-orang yang berjihad melawan orang-orang musyrik untuk memperjuangkan agama kiat”.

5) Berdakwah kepada agama Allah termasuk dari sebab-sebab yang mendatangkan kemenangan melawan musuh-musuh
Allah Ta’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ} [محمد: 7]
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Karena dengan dakwah maka Allah akan disembah sesuai dengan yang disyri’atkan-Nya, kemungkaran-kemungkaran akan hilang, dan akan tumbuh di dalam umat ini rasa kejayaan dan kemuliaan sehingga jalan di jalan kemenangan dan kekuasaan.

6) Dengan berdakwah kepada agama Allah maka akan didapatkan kedudukan-kedudukan yang tinggi
Syaikh Abdurrahman As Sa’dy rahimahullah berkata: “Dan kedudukan ini yaitu kedudukan berdakwah adalah kesempurnaan yang bagi orang-orang shiddiq, yang telah menyempurnakan akan diri mereka dan selain mereka, dan mereka akan mendapatkan warisan yang sempurna dari para rasul”.

7) Dari buah hasil berdakwah adalah shalawat Allah, para malaikat-Nya dan penduduk langit dan bumi atas pengajar manusia kebaikan
karena apa yang ia akan sampaikan hanyalah ilmu yang diwarisi dari firman Allah Ta’ala dan sabda rasul-Nya yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya dan penghuni bumi dan langit sampai semut yang berada di lubangnya dan bahkan sampai ikan benar-benar bershalwat atas pengajar manusia kebaikan[HR.TURMUDZI].”

8) Berdakwah kepada agama Allah mengangkat derajat di dunia dan akhirat
Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya pangkat makhluq yang paling mulia di sisi Allah adalah pangkat kerasulan dan kenabian, karenanya Allah mengutus dari manusia seorang rasul bergitu pula dari jin”.

9) Termasuk buah hasil berdakwah adalah terus mengalirnya pahala si pendakwah setelah wafatnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا مَا عَمِلَ بِهِ فِي حَيَاتِهِ وَبَعْدَ مَمَاتِهِ حَتَّى يَتْرُكَ
Artinya: “Barangsiapa yang mensunnahkan sunnah yang baik maka baginya pahala amalan tersebut selama dikerjakan di dalam kehidupannya dan setelah wafatnya sampai ditinggalkan[Hadits riwayat Ath Thabarani].”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seorang anak keturunan Adam meninggal maka terputus amalnya kecuali dati tiga perkara…”, dan salah satu diantaranya adalah: “Ilmu yang bermanfa’at.”

10) Doa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam agar mendapatkan rahmat bagi siapa yang menyampaikan sabda beliau
termasuk hal yang paling agung yang membantu untuk selalu berjalan dengan semangat:
رحم الله امرأ سمع منى حديثا فحفظه حتى يبلغه غيره
Artinya: “Allah merahmati seseorang yang telah mendengar dariku sebuah hadits lalu ia menghafalnya kemudian ia sampaikan kepada orang lain (Hadits riwayat Ahmad)”

11) Allah akan menghapus dosa-dosanya
"Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan[60]. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar". ( Al Anfaal 29)
[60] Artinya: petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dapat juga diartikan disini sebagai pertolongan.

Firman Allah ta’alla :

"dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[2]; merekalah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali 'Imran 104)
[2] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Dakwah merupakan denyut nadi Islam karena dengan dakwah itu lah Islam berkembang, dengan dakwah itu Islam dikenal dan tentunya tanpa dakwah itu, Islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.

 Mediator taqarrub kepada Allah swt.

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik".(Yusuf: 108).
Dakwah sebagai mediator taqarrub kepada Allah, karena menjalankan dakwah berarti menjalankan perintah Allah dan mengikuti tuntunan RasulNya. Lebih dari itu dakwah merupakan jejak langkah para nabi dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan kepada manusia.

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya[1].”
[1]An Nawawi rahimahullah berkata: “ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, isyarat dan tulisan.”
Taufik dan pendekatan kepada kebenaran: bahwasanya ia adalah buah yang sangat jelas dari dakwah
Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ} [العنكبوت: 69
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

 Berdakwah kepada agama Allah mengangkat derajat di dunia dan akhirat
Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya pangkat makhluq yang paling mulia di sisi Allah adalah pangkat kerasulan dan kenabian, karenanya Allah mengutus dari manusia seorang rasul bergitu pula dari jin”.





KESIMPULAN

Betapa urgen nya dakwah dalam sebuah agama islam, dan merupakan denyut nadi Islam karena dengan dakwah itu lah Islam berkembang dan menjadi besar, dengan dakwah itu Islam dikenal. dan tentunya tanpa dakwah, islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.
Dari keterangan makalah diatas, betapa agung dan tingginya kedudukan dakwah di dalam agama Allah. Dan yang tentu, sebuah dakwah pastilah tidak lepas dari seorang da’i. betapa mulianya seorang yang menyebarkan agama ALLAH, maka penulis mengajak kepada semua yang membaca makalah ini, MARI BERDAKWAH, MARI BERDAKWAH, MARI BERDAKWAH…





PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang baik hati pada umumnya.



Jakarta, 10 mei 2014

Husni imani

Rabu, 14 Mei 2014

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM


BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Peradaban Islam pada  mulanya dimulai dari zaman Rasulullah. Islam menampilkan peradaban baru yang esensinya berbeda dengan peradaban sebelumnya. Peradaban yang ditinggalkan Nabi misalnya peradaban Arab di zaman Jahiliyah. Dengan demikian, Islam telah melahirkan revolusi kebudayaan dan peradaban.
Peradaban Islam berkembang sangat maju dalam percaturan peradaban dunia, bahkan jauh sebelum kebangkitan bangsa Eropa, umat Islam telah maju dengan peradabannya yang gemilang. Bahkan bangsa-bangsa Eropa tidak mungkin akan bisa menjadi maju, jika saja tidak belajar dari peradaban Islam.

B. Rumusan Masalah

1.      Peradaban Islam di Baghdad
2.      Peradaban Islam di Kairo (Mesir)
3.      Peradaban Islam di Isfahan (Persia)
4.      Peradaban Islam di Istambul (Turki)
5.      Peradaban Islam di Delhi (India)
6.      Peradaban Islam di Andalus (Spanyol)
7.      Peradaban Islam di Samarkhan dan Bukhara




BAB II
PEMBAHASAN



1Peradaban Islam di Baghdad

Kota Baghdad didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua, Al-Manshur (754-775 M) pada tahun 762 M. kota Baghdad terletak di pinggir sungai Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan teliti dalam masalah lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Menurut cerita rakyat, daerah ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan, raja Persia yang masyhur, dimusim panas.
Dalam pembangunan kota ini, Khalifah memperkenalkan ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota ini berbentuk bundar. Di sekelilingnya dibangun dinding tembok yang besar dan tinggi. Di sebelah luar dinding tembok, digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air dan sekaligus sebagai benteng. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Setelah masa al-Manshur, kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Banyak para ilmuwan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang ingin dituntutnya. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyd (786-809 M) dan anaknya Al-Ma’mun (813-833 M). Dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Prestise politik, supremasi ekonomi, dan aktivitas intelektual merupakan tiga keistimewaan kota ini. Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaan dan kebudayaan yang tertinggi di dunia. Ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat. Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah “mati” dihidupkan kembali dengan di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah Al-Ma’mun memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan buku-buku ilmu pengetahuan. Perpustakaan itu benama Bait al-Hikmah.

Dalam bidang sastra, kota Baghdad terkenal dengan hasil karya yang indah dan digemari orang. Di antara karya sastra yang terkenal ialah Alf Lailah wa Lailah, atau kisah seribu satu malam. Di kota Baghdad ini, lahir dan muncul para saintis, ulama, filofof, dan sastrawan Islam yang terkenal, seperti al-Khwarizm (ahli astronomi dan matematika, penemu ilmu aljabar, al-Kindi (filosof Arab pertama), al-Razi (filosof, ahli fisika dan kedokteran), al-Farabi (filosof besar yang dijuluki dengan al-Mu’allim al-Tsani, guru kedua setelah Aristoteles), tiga pendiri madzhab hukum Islam (Abu Hanifah, Syafi’I, dan Ahmd ibn Hambal), Al-Ghazali (filosof, teolog, dan sufi besar dalam Islam yang dijuluki dengan Hujjah al-Islam), Abd Al-Qadir Al-Jilani (pendiri tarekat qadariyah), Ibn Muqaffa’ (sastrawan besar) dan lain-lain.

Dari orang-orang inilah islam berkembang dan menyebar luar. Banyaknya orang suci yang dikebumikan di dalam batas dan sekitar tembok kota dan makamnya menjadi pusat tempat ziarah bagi orang Muslim, menyebabkan kota Baghdad mendapat julukan Benteng Kesucian. Di sinilah istirahat Imam Musa Al-Kazhim (Imam ketuju Syi’ah). Di sini pula dimakamkan Imam Abu Hanifah. Sebagai ibu kota kerajaan, tentu banyak pula yang dikebumikan di sini para khalifah dan permaisurinya.

Semua kemegahan, keindahan dan kehebatan kota Baghdad itu sekarang hanya tinggal kenangan. Semuanya seolah-olah hanyut di bawa arus sungai Tigris, seolah kota ini dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M. Semua bangunan kota, termasuk istana emas tersebut dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga menghancurkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan membakar buku-buku yang terdapat di dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Safawi.


2.      Peradaban Islam di Kota Kairo (Mesir)

Kota yang terletak di tepi Sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada masa Dinasti Fatimiah, di masa Shalah Al-Din Al-Ayyubi, dan di bawah Baybars dan Al-Nashir pada masa Dinasti Mamalik. Dinasti Fathimiyah adalah satu- satunya Dinasti Syi’ah dalam islam.
Dalam periode yang kedua dari pemerintahan Abbasiyah, berdiri dinasti Tuluniyah di Mesir (254-292/ 868-905) yang merupakan wilayah otonom dari Baghdad. Pendirinya adalah Ahmad ibn Tulun yang berasal dari Turki. Pada mulanya ia datang ke Mesir sebagai wakil gubernur Abbasiyah, kemudian menjadi gubernur yang berkuasa hingga Palestina dan Syiria. Karena terjadi perselisihan di pusat pemerintahan Abbasiyah yang menyebabkab daerah tidak terindahkan, maka menguatlah dinasti yang berbasis di Lembah Sungai Nill. Kejayaan dinasti ini terjadi pada masa putra Ahmad yang bernama Al- Khumarawayh yang mendapatkan wilayah Mesir, Syiria, dan Gunung Taurus serta wilayah Aljazirah.
Pada Dinasti Tuluniyah, Mesir mengalami kemajuan terutama di bidang militer dan pasukan perang yang dapat menaklukan Syiria, Palestina, Barquq, Mosul, Yaman, dan Hijaz. Di bangunlah Masjid Ibn Tulun yang terkenal hingga sekarang dan markas militer Al- Qathai untuk menampung pasukannya yang tidak tertampung di Masjid ‘Amr ibn Ash, penakluk dan gubernur pertama Mesir. Masjid tersebut juga masih berdiri tegak sampai kini di pinggiran Kota Kairo.
Dinasti Ikhsyidiyah (323-358 H/ 935-966 M) yang didirikan oleh Muhammad Ibn Tugj yang berasal dari Turki. Beliau menjadi gubernur Mesir sebagai hadiah dari Abbasiyah setelah dapat mempertahankan wilayah Nill dari serangan Kaum Fathimiyah. Namun serangan yang bertubi-tubi dari Dinasti Fathimiyah menyebabkan tidak lama memegang kekuasaan di Mesir dan akhirnya menyerah kalah di bawah Panglima Jauhar As- Saqili.

Bentuk kota Kairo ini hampir merupakan segi empat. Di  sekelilingnya dibangun pagar tembok besar dan tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini  memanjang dari Masjid Ibn Thulun sampai ke Qal’at Al- Jabal, memanjang dari Jabal Al-Muqattam sampai ke tepi Sungai Nill.
Setelah pembangunan kota Kairo rampung lengkap dengan istananya, As-Saqili mendirikan Masjid Al-Azhar, 17 Ramadhan 359 H/970 M. Masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama Al-Azhar diambil dari Al-Zahra’, julukan Fathimiah, puteri Nabi Muhammad SAW dan istri ‘Ali ibn Abi Thalib, Imam pertama Syi’ah.

Dalam pemerintahannya Al-Mu’iz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama. Dalam bidang administrasi, beliau mengangkat seorang wazir untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Dalam bidang ekonomi, beliau memberi gaji khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya. Dalam bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan, dua untuk Madzhad Syi’ah dan dua untuk Madzhab Sunni.
Pada masa Al-Aziz menggunakan program baru dengan mendirikan masjid- masjid, istana, jembatan, dan kanal- kanal baru. Pada masa Aziz Billah dan Hakim Bianrillah, terdapat seorang mahaguru bernama Ibn Yunus menemukan pendulum dan ukuran waktu dengan ayunannya. Karyanya Zij Al-Akbar Al-Hakimi diterjemahkan ke berbagi bahasa. Beliau meninggal pada tahun 1009 M kemudian penemuan- penemuannya diteruskan oleh Ibn Al-Nabdi (1040) dan Hasan Ibn Haitham, seorang astronom dan ahli optika, yang tersebut terakhir ini menemukan

Dinasti Fathimiyah dapat ditumbangkan Dinasti Ayyubiyah yang didirikan Al-Ayyubi, seorang pahlawan dalam Perang Salib. Beliau tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah, tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah menjadi Ahlussunnah.Beliau juga mendirikan lembaga-lembaga ilmiah baru, terutama masjid yang di lengkapi dengan tempat belajar teologi dan hukum. Karya-karya ilmiah yang muncul pada masanya dan sesudahnya adalah  kamus-kamus biografi, kompendium sejarah, manual hukum, dan komentar-komentar teologi. Ilmu kedokteran diajarkan di rumah-rumah sakit. Prestasinya yang lain adalah didirikannya sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat fikiran.
Kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir diambil alih oleh Dinasti Mamalik. Dinasti ini mampu mempertahankan pusat kekuasaannya dari serangan Mongol dan mengalahkan Tentara Mongol itu di Ayn Jalut dibawah pimpinan Baybars. Hal yang dilakukan Baybars yaitu memugar bangunan- bangunan kota, merenovasi Al- Azhar dan pada tahun 1261 M mengundang keturunan dari Abbasiyah untuk melanjutkan khilafahnya di Kairo. Dengan demikian prestise kota ini semakin menanjak. Banyak  bangunan yang didirikan dengan rarsitektur yang indah-indah pada masanya dan masa-masa kekuasaan Dinasti Mamalik berikutnya. Kejayaan Dinasti Mamalik memang berlangsung agak lama. Pada tahun 1517 M, dinasti ini  dikalahkan oleh Kerajaan Utsmani yang berpusat di Turki dan sejak itu Kairo hanya menjadi ibu kota provinsi dari Kerajaan Ustmani tersebut.
Pada waktu itu, Kairo menjadi satu-satunya pusat peradaban Islam yang terpenting, di karenakan kota ini selamat dari serangan Mongol yang di pimpin oleh Panglima Jauhar As-Saqili.


3.      Peradaban Islam di Kota Isfahan

Isfahan adalah kota terkenl di Persia, pernah menjadi ibu kota kerajaan Safawi. Kota ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy, tempat berdirinya Syhrastan kemudian, dan Yahudiyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajir I atas anjuran istrinya yang beragama Yahudi. Ada beberapa pendapat tentang kapan kota ini ditaklukan oleh tentara Islam. Pendapat pertama mengatakan penaklukan itu terjadi pada tahun 19 H (640 M), dibawah pimpinan Abdullah ibn ‘Atban atas perintah Umar ibn Al-Khattab untuk menalkukan kota Jayy yang merupakan salah satu ibu kota provinsi Persia waktu itu.
kota ini menjadi kota penting sebagai ibu kota provinsi dan pusat industri dan perdagangan. Kota ini berbentuk bundar, pintunya ada empat dengan menara pengontrol sebanyak seratus buah. Ardashir, raja persia, pernah membangun irigasi untuk pengaturan air dari sungai Zandah, bernama Zirrin Rod, berarti sungai emas. Hingga sekarang, perekonomian negeri ini sangat tergantung kepada pertanian kapas, candu, dan tembkau.
Kota ini, sebelum berada di bawah kekuasaan Kerajaan Safawi, sudah beberapa kali mengalami pergantian penguasa, Dinasti Samani tahun 301 H/913 M, kemudian direbut Mardawij tahun 316 H/928 M dan memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad. Setelah itu jatuh ke tangan kekuasaan Bani Buwaih dan pada tahun  421 H/1030 M direbut oleh Mahmud Al-Ghznawi, penguasa Dinasti Ghaznawiah. Dari penguasa Ghaznawi ini, Isfahan lepas ke tangan penguasa Seljuk dan dijadikan sebagai tempt tinggal Sultan Maliksyah. Di awal abad ke-6 H/ 12 M, di kota ini Syi’ah Ismailiah banyak memperoleh pengikut. Pada tahun 625 H/ 1228 M terjadi pertempuran besar di sini, ketika tentara Mongol datang menyerbu negeri-negeri islam dan menjadikan Isfahan sebagai salah satu bagian dari wilayah kekuasaan Mongol itu. Ketika Timur Lenk menyerbu negeri-negeri islam kota ini ikut jatuh ke tangannya Tahun 790 H/ 1388 M dan 7000 penduduk terbunuh. Setelah itu kota ini dikuasai oleh Kerajaan Usmani tahun 955 H/1548 M, dan pada taahun 1134 H/ 1721 M, terjadi pertempuran antara Husein Syah, raj Safawi dengan Mahmud Al-Afghani, yang mengakhiri riwayat kerajaan Safawi sendiri. Pada tahun 1141 H/1729 M, kota ini berada di bawah kekuasaan Nadzir Syah.
Kota ini, ketika berada di bawah kekuasaan kerjn Safawi di kelilingi oleh tembok yang terbuat dari tanah dengan delapan buah pintu. Di dalam kota banyak berdiri bangunan, seperti seperti istana, sekolah-sekolah, masjid-masjid, menara, pasar, dan rumah-rumah yang indah, terukir rapi dengan warna-warna yang menarik. Masjid Syah yang masih ada sampai sekarang yang didirikan oleh Abbas I, merupakan salah satu masjid terindah di dunia. Pintunya dilapisi dengan perak. Di samping itu juga ada lapangan dan tanaman yang terawat baik dan menawan.
Kerajaan Safawi berdiri di saat Kerajaaan Utsmani di Turki mencapai puncak kejyanya. Kerajaan Safawi berasal dari gerakan tharikat di Ardabil sebuah  kota di Azerbeijan (wilayah Rusia) yang berdiri hampir bersamaan dengan Kerajaan Usmani di Turki. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (q252-1334 M). Kerajaan Safawiyah menganut ajaran Syi’ah dan di tetapkan sebagai madzhab negaranya. Safi Al-Din  keturunan dari Imam Syi’ah yang ke enam Mus Al-Kazim. Karena alim dan sifat zuhudnya maka Safi Al-Din diambil menantu oleh gurunya yang bernama Syekh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang di kenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dalam waktu yang tidak lama tarekat ini berkembang pesat di Persia, Syiria, Asia kecil,
Masa kemajuan Kerajaan Safawi di Persia dalam bidang ekonomi, yaitu telah di kuasainya Kepulauan Hurmuz dan Pelabuhan Gumrun yang telah  di ubah menjadi Bandar Abbas pada masa Abbas I. Maka salah satu jalur dagang yang menghubungkan antara timur dan barat sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Di samping sektor perdagangan kerajaan Safawi jug mengalami kemajuan di sektor pertanian terutam di diaerah Bulan Sabit Subur (fortille crescent).
Dalam bidang ilmu pengetahuan sejarah Islam bangsa Pesia di anggap berjasa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Maka tidaklah mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuwan seperti, Baha Al-Din Asy-Syaerozi, Sadar Al-Din Asy-Syaerozi, Muhammad Al-Baqir Al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuwan di bidang filsafat, sejarah, teolog, dan ilmu umum.
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibu kota ini, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, kebun wisata, jembatan yang memanjang di atas Zende Rud dan Istana Chihilsutun.

4.      Peradaban Islam di Kota Istambul

Kota Istambul adalah ibu kota Kerajaan Turki Usmani. Kota ini awalnya merupakan ibu kota Kerajaan Romawi Timur dengan nama Konstantinopel. Konstantinopel sebelumnya sebuah kota bernama Bizantium, kemudian diganti dengan nama Konstantinopel oleh Kaisar Romawi Timur, Kaisar Constantin.
Pada tahun 395 M, Kerajaan Romawi pecah menjadi dua, Romawi Timur dan Romawi Barat. Romawi Barat yang beribu kota di Roma (Italia) sedangkan Romawi Timur beribu kota di Konstantinopel.
Konstantinopel jatuh ke tangan umat islam pada masa Dinasti Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan Muhammad II yang bergelar  Muhammad Al-Fatih tahun 1453, dan dijadikan ibu kota Kerajaan Turki Usmani. Bahkan jauh sebelum Sultn Muhammad Al-Fatih dapat menguasai Konstantinopel, para penguasa islam sudah sejak zaman Khulafaur Rasyidin, kemudian Khalifah Bani Umayyah, dan Khalifah Bani Abbasiyyah berusaha untuk menaklukan kota Konstantinopel, namun baru pada masa Kerajaan Turki Usmani usaha itu dapat berhasil.
Oleh Sultan Muhammad Al-Fatih, kota Konstantinopel yang artinya kota Constantin, yang diubah namaya menjadi  Istambul yang artinya kota islam. Wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Eropa timur, Asia kecil, dan Afrika Utara. Bahkan kekuasaan Istambul juga diakui oleh daerah-daerah Islam.
Sebagai ibu kota, di sinilh tempat berkembangnya kebudayaan Turki yang merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan. Bangsa Turki Utsmani banyak mengambil ajaran etika dan politik dari bangsa Persia. Sebagai bangsa berasal dari Asia Tengah, Turki memang suka berasimilasi dan senang bergaul dengan bangsa lain. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, kebudayan Bizantium banyak mempengaruhi kerajaan Turki Utsmani ini. Namun, jauh sebelum mereka berasimilasi dengan bangsa-bangsa tersebut, sejak pertama kali mereka masuk islam bngsa Arab sudah menjadi guru mereka dalam bidang agama, ilmu, prinsip-prinsip kemasyarakatan dn hukum. Huruf Arab dijadikn huruf resmikerajan. Kekuasaan tertinggo memang berada di tangan Sultan, tetapi roda pemerintahan dijalankan oleh Shadr Al-A’zham (Perdana menteri) yang berkedudukan di ibu kota. Jabatan-jabatan penting, termasuk perdana menteri, seringkali justru diserahkan kepada orang-orang asal Eropa, dengan syarat menyatakan diri secara formal masuk islam.


5.      Pusat Peradaban Islam di Delhi (India)

Wilayah Asia Selatan (dahulu bernama India) sudah terdapat dua golongan besar yang berbeda kepercayaan. Yaitu, Dravida mempercayai agama secara abstrak dan Aria mempercayai agama secara nyata, sehingga terjadilah pertentangan-pertentangan kepercayaan. Akibatnya, bangsa Dravida menjadi lemah dan ada yang ikut menganut kepecayaan mereka. Bangsa Aria yang lebih kuat memaksa bangsa Dravida untuk menganut kepercayaan mereka. Kemudian, kepercayaan ini berkembang menjadi agama Brahmana (Hindu) yang melahirkan adanya kasta-kasta, yaitu kasta Brahmana, kasta Ksatriya, Kasta Waisa dan Kasta Sudra.

Awal masuk Islam di india dibagi dalam beberapa periode, diantaranya :
1)      Periode Nabi Muhammad SAW
Pada masa Nabi, banyak orang dari  suku jat (india) menetap di Arab. Dan salah satunya menyembuhkan Aisyah, Istri Rasulullah. Rasulullah telah mengetahui tentang daerah india dari para pedagang yang telah lama berhubungan dagang dengan daerah tersebut. Pada tahun 630-631 M. Nabi mulai berhubungan dengan luar dengan cara mengirim utusan dan menerima kunjungan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tidak begitu banyak informasi yang dapat diketahui tentang india pada periode ini.

2)      Periode Khulafaur Rhasyidin dan Bani Umayyah
Pada Masa Khulafaur Rhasyidin, beberapa ekspedisi ke India melalui laut tidak berhasil karena tenggelamnya armada, disamping tentara Arab kurang ahli di laut. Invasi melalui laut selanjutnya dilarang oleh Umar Ibn Khattab. Pada tahun 643-644 M tentara Arab berhasil menguasai kirman, Sizistan sampai Mekran. Selanjutnya Pada masa Muawiyyah Ibn Abu Sofyan, Dinasti Umayah, tentara Islam hanya sampai Kabul, Ibu kota Afghanistan sekarang.

3)      Periode Dinasti Ghazni
Meskipun masih dalam abad pertama dari hijrah Nabi, tanah-tanah Sind telah menjadi wilayah kerajaan islam, dan telah berganti-ganti pemerintahan yang menguasainya, dan telah tersebar ke muslim yang menetap di negeri yang luas itu, namun bagian terbesar dari tanah india belum takluk di bawah pemerintahan Islam. Raja-raja masih memerintah dengan kuat di beberapa negeri yang besar, dan alam Hindu masih kuat dengan Kuil-kuil Pagoda, meskipun dia telah bertetangga dengan negeri-negeri Islam. Pergerakan penaklukan dilanjutkan dengan semangat dan tenaga baru pada abad ke-10 M, oleh bangsa Turki yang datang ke india dari balik perbukitan Afghan.

Pada permulaan paruh kedua abad X M, 961-962 M berdiri dinasti Ghazni yang terkenal karena gagah berani dan perkasa berperang. Mulanya kerajaan ini hanya sebuah kerajaan kecil dalam wilayah kerajaan bani Saman dan nama pendirinya adalah Alptgin.

Tokoh yang terkenal dalam dinasti Gazni adalah sultan Mahmud. Pengakuan dari khalifah Bagdad al-Qadir Billah dengan memberi gelar Yamin Al Daulah (tangan kanan kerajaan) dan Amin al Milah (orang kepercayaan agama) kepadanya.

4)      Dinasti Ghuri
Kerajaan Ghur terletak didaerah perbukitan antara Ghazni dan Herat. Daerah ini di taklukkan Sultan Mahmud pada tahun 1010 M. Sejak saat itu daerah ini menjadi sebuah provinsi yang menjadi bagian dari kesultanan Ghazni. Orang-orang Ghuri telah berjuang dan melayani setia di bawah bendera sultan Mahmud. Tetapi selama kekuasaan para penggantinya, mereka menunjukkan sikap kurang perhatian dalam hal loyalitas terhadap terhadap sultan Ghaznawi.
Semenanjung Iberia di Eropa, yang meliputi wilayah Spanyol dan wilayah Portugal sekarang ini, menjorok ke selatan ujungnya hanya dipisahkan oleh sebuah selat sempit dengan ujung benua Afrika. Bangsa Grit tua menyebut selat sempit itu dengan tiang-tiang Hercules dan di seberang selat sempit itu terletak di benua Eropa. Selat sempit itu sepanjang kenyataan memisahkan lautan tengah dengan lautan atlantik.[1]
       Semenanjung Iberia, sebelum ditaklukkan bangsa Visighots pada tahun 507 M, didiami oleh bangsa Vandals. Justru wilayah kediaman mereka itu disebut dengan Vandalusia. Dengan mengubah ejaanya dan cara membunyikannya, bangsa Arab pada masa belakangan menyebut semenanjung Iberia itu dengan Andalusia.
Spanyol diduduki oleh umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man Al-Ghassani menjadi Gubernur di daerah itu. Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman Al-walid itu, Musa bin Nushair memperluas wilayah kekuasaanya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.


6.      Peradaban Islam di Andalus

Dalam proses penaklukan Spanyol ada 3 pahlawan Islam yang memimpin pasukan kesana yakni Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Namun, yang sebagai perintis dan penyelidik kedatangan Islam ke Andalusia adalah Tariq ibn Ziyad. Ia yang telah memimpin pasukan tentera menyeberangi lautan Gibralta (Jabal Thariq) menuju ke semenanjung Iberia. Musa ibn Nushair pada tahun 711 M, mengirim pasukan Islam dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad yang hanya berjumlah 7000 orang dan tambahan pasukan 5000 personel yang memang tak sebanding dengan tentera pasukan Gothik yang berkekuatan 100.000 lengkap bersenjata. Namun, pada akhirnya, Thariq bin Ziyad mencapai kemenangan, dengan mengalahkan Raja Foderick di Bakkah dan menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada, Toledo dan hingga akhirnya menguasai seluruh kota penting di Spanyol.
       Kemenangan-kemenangan Islam terlihat nampak begitu mudah. Tentu hal ini didorong oleh faktor-faktor baik karena tokoh-tokoh pejuang dan prajurit Islam yang kuat, kompak dan penuh percaya diri dan juga didorong oleh faktor-faktor yang menguntungkan Islam yakni kondisi sosial, politik dan ekonomi Spanyol yang buruk pada waktu itu.
Andalusia, sebuah negeri yang meninggalkan jejak begitu besar di sepanjang sejarah umat Islam pada awal perkembangan Islam di dunia Eropa. Tentu hal ini menyita banyak perhatian besar dari berbagai khalayak umat Islam. Dikatakan demikian, karena penguasaan Islam terhadap semenanjung Iberia lebih khusus Andalusia, telah menunjukkan bahwa Islam telah tersebar ke negara Eropa.
Mulai dari tahapan awal proses masuknya Islam, dimana wilayah Spanyol diduduki oleh khalifah-khalifah dalam setiap dinasti-dinasti yang didirikan dalam setiap periodenya. Tentu, hal ini banyak memiliki peranan yang sangat penting dan besar dalam perkembangan umat Islam. Dimana  pada akhirnya Islam pernah berjaya di Spanyol dan berkuasa selama tujuh setengah abad. Suatu masa kekuasaan dalam waktu yang sangat lama untuk mengembangkan Islam.
Namun, di balik usaha keras umat Islam mempertahankan kejayaan pada masa sekian abad itu, umat Islam menghadapi kesulitan yang amat berat. Dimana pada suatu ketika, umat Islam diterpa serangan-serangan penguasa Kristen yang sampai-sampai umat Islam tidak kuasa menahan serangan-serangan penguasa Kristen yang semakin kuat itu. Sehingga pada akhirnya Islam menyerahkan kekuasaannya dan semenjak itu berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol.
Demikianlah Islam di Andalusia, walaupun pada akhirnya berakhir dengan kekalahan, namun islam muncul sebagai suatu kekuatan budaya dan sekaligus menghasilkan cabang-cabang kebudayaan dalam segala ragam dan jenisnya. Banyak sekali kontribusi Islam bagi kebangunan peradaban dan kebudayaan baru Barat. Sumbangan Islam itu  telah menjadi dasar kemajuan Barat terutama dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sains dan teknologi, astronomi, filsafat, kedokteran, sastra, sejarah dan hukum.


7.      Peradaban Islam di Samarkhan dan Bukhara (Transxania)

Peradaban islam di Samarkhan
Tahun 323 M, kota Samarkand menjadi bagian dari kekuasaan yang berpusat di Bactaria. Setelah itu, di sana berdiri kerajaan Graeco Bactrion (Bactria Yunani) pada masa Anthiochus II Theos. Sejak itu, hubungan politik dan ekonomi antara samarkand dengan persia terputus, meskipun hubungan dalam budaya terus berlanjut.
Sebelum kedatangan Islam ke daerah tersebut, masyarakat masih memeluk agama Saman, yaitu agama nenek moyang mereka dan agama Budha. Pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan, usaha penyebaran islam antara lain oleh Ahnaf bin Qays salah seorang panglima Arab, menuju ke daerah tepian sungai Jihun pada tahun 30 H.Kemudian pada masa Yazid bin Abi Sufyan dari Dinasti Umayyah, banyak melakukan serangan ke beberapa daerah di Turkistan bagian selatan. Di bawah pimpinan Said bin Utsman, tentara islam menyebrangi sungai Jihun, dan memasuki wilayah Uzbekistan . Dalam penaklukan itu, kota Biekand, yaitu sebuah kota yang terletak di antara Bukhara dan sungai Jihun, dapat dikuasai dengan cara perdamaian. Selanjutnya tentara islam mulai memasuki kota Samarkand pada tahun 55 H. Setelah beberapa lama, Bukhara melanggar perjanjian, sehingga tentara islam harus menaklukkan kembali kota tersebut.
Setelah Qutaibah bin Muslim Al Bahily berhasil menaklukkan Khurasan tahun 88 H, Bukhara tahun 90 H/709 M da Farghana tahun 96 H/ 725 M berhasil juga ditaklukkan mulai saat iulah agama islam tersebar ke wilayah Rusia. Sebagai pusat kegiatan dakwah, Qutaibah membangun sebuah masjid di Bukhara tahun 94 H (713 M). kemudian pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Azis beberapa raja dan pemimpin masyarakat di wilayah Uzbekistan menyatakan diri sebagai pemeluk Islam dan akan selalu menaati segala peraturan yang ditetapkan oleh pemerintahan Islam di Pusat, yaitu Damaskus. Masuknya para pemimpin dan tokoh masyarakat di Uzbekistan dan beberapa penguasa lainnya di Sajistan, Balkh , Bukhara dan Samarkand menjadikan istilah mulai berkembang dan dianut masyarakat Rusia. Terdapat empat orang pahlawan yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi wilayah Transoxania di Rusia, yaitu Muslim bin Ziyad bin Abi Sofyan, Muhlab bin Abi Shafrah, Yazid bin Muhalab, dan Qutaibah bin Muslim Al Bahily.
Samasrkhan adalah kota kedua terbesar dan ibu kota pertama di Republik Uzbekistan. Samarkhan berada di sebelah sungai as-Saghad. Kota ini terdiri dari tiga bagian benteng yang terleletak di bagian selatan kota. Di dalamnya terdapat taman-taman yang indah. Kota ini dikelilingi oleh parit dan mempunyai empat pintu gerbang yaitu di Timur Bab as-Sin, sebagai suatu kenangan akan hubungan lama antara kota Samarkhan dan  Cina dalam perdagangan kulit, di Utara Bab Bukhara, pintu yang menghadap kota Bukhara, di Barat Bab an-Nawbahar, dan diselatan Bab al-Kabir.
Pada tahun 202 H/819 M. Al Makmun, Kholifah dari dinasti Bani Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, menyerahkan urusan pemerintahan negeri Transoxania (Samarkhan dan Bukhoro) kepada Ibn Saman. Sejak itu kedua kota berada dibawah kekuasaan Dinasti Samaniyyah.
Penghasilan utama kota Samarkhan adalah kertas. Pabrik kertas ini di pindahkan dari cina. disini juga terdapat makam Qosim ibnu Abbas yang dipandang sebagai pembawa agama Islam ke negri ini, dan juga makam abu Mansur al Maturidi.
Pusat peradaban Islam di Bukhara
Kehidupan penduduk Bukhara mulai berubah ketika tentara Islam datang membawa dakwah. Pada akhir 672 M, Ziyad bin Abihi menugaskan Miqdam Rabi bin Haris berlayar dari Irak menuju daerah Khurasan. Miqdam berhasil menaklukkan wilayah itu sampai ke Iran Timur. Setelah Ziyad meninggal, Muawiyah, khalifah Bani Umayyah, memerintahkan Ubaidillah bin Ziyad untuk menaklukkan Bukhara. Pasukan tentara Islam pertama kali menjejakkan kaki di tanah Bukhara pada 674 M di bawah pimpinan panglima perang Ubaidillah bin Ziyad. Namun, pengaruh Islam benar-benar mulai mendominasi wilayah itu pada 710 M di bawah kepemimpinan Kutaiba bin Muslim. Seabad setelah terjadinya Perang Talas, Islam mulai mengakar di Bukhara.
Tepat pada 850 M. Bukhara telah menjadi ibu kota Dinasti Samanid. Dinasti itu membawa dan menghidupkan kembali bahasa dan budaya Iran ke wilayah itu. Ketika Dinasti Samanid berkuasa, selama 150 tahun Bukhara tak hanya menjadi pusat pemerintahan, namun juga sentra perdagangan.
Bukhara adalah salah satu diantara beberapa daerah yang dikenal dengan sebutan ma wara an-nahr yaitu daerah yang terletak disekitar sungai jihun di Uzbekistan, asia tengah. Buku-buku geografi lama menganggap Bukhara sebagai kota yang paling besar diantara kota-kota yang ada dalam kekuasaan umat islam. Bukhara tidak saja terkenal keindahannya,juga merupakan pusat perdagangan yang mempertemukan pedagang-pedagang cina dengan asia barat.
Selain itu, karena berada di sekitar Sungai Jihun, tanah Bukhara pun dikenal sangat subur. Buah-buahan pun melimpah. Kota Bukhara terkenal dengan buah-buahan seperti Barkouk Bukhara yang terkenal hampir seribu tahun. Geliat bisnis dan perekonomian pun tumbuh pesat. Tak heran bila kemudian nama Bukhara makin populer.
Bukhara adalah terkenal dengan perdagangan dan industri tenun. Disini juga terdapat makam Baha ‘Uddin An-Naqsaband wafat pada abad ke-8 H/14 M. Disini ada ulama ahli hadis terkenal yaitu imam bukhari. Yang menulis kitab shahih bukhari.





BAB III
KESIMPULAN

Peradaban-peradaban islam yang telah di alami di daerah Baghdad, Kairo, Isfahan, Istambul, Delhi, Cordova, Granada, Samarkhan dan Bhukara memiliki kontribusi besar dalam berbagai bidang seperti: pendidikan dan ilmu pengetahuan, politik dan pemerintahan, ekonomi, arsitektur. Peradaban dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan Kota Baghdad memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan beribu-ribu ilmu pengetahuan yang bernama Bait Al-Hikmah, Perguruan Mustanshiriyah, serta para ilmuwan yaitu Al- Khawarizmi, Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad ibn Hambal, Al- Ghazali, Abd Al-Qadir Al-Jilani, Ibn Muqaffa’, dan lain-lain.Peradaban dalam bidang politik dan pemerintahan di Kairo dengan pelaksanaaan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama.
Peradaban Islam dalam bidang ekonomi di Kota Isfahan dengan  di kuasainya Kepulauan Hurmuz dan Pelabuhan Gumrun dan diubah menjadi Bandar Abbas yang menjadi salah satu jalur dagang yang menghubungkan antara timur dan barat. Peradaban dalam bidang arsitektur di Kota Istambul dengan pembangunan masjid, Gereja Ayashopia yang diubah menjadi masjid Agung terpenting di Istambul dengan menutup gambar makhluk hidup sebelumnya, mendirikan mihrab yang dindingnya dihiasi dengan kaligrafi indah dan menara-menara, Masjid Agung Al-Muhammady, Masjid Abu Ayyub Al-Anshory sebagai tempat pelantikan para Sultan Usmani, Masjid Bayazid dengan gaya Persia, dan Masjid Sulaiman Al-Qanuni
Kota-kota seperti itu dapat menjadi Pusat peradaban Islam karena banyak faktor yang menunjang misalnya di Delhi, selain letaknya di pinggir sungai Janma yang notabene adalah daerah transit juga kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang menunjangnya. Begitu juga di Cordova menjadi target menuntut ilmu setelah adanya Universitas Cordova. Lain halnya di Samarkhan dan Bhukara, selain kemahiran dalam sistem penataan kota, Samarkhan adalah penghasil kertas sedangkan Bukhara adalah pusat industri tenun.


Demikianlah makalah yang dapat saya buat, sebagai manusia biasa kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.