Dari : Situs Alfi

Senin, 19 Mei 2014

AYAT-AYAT TENTANG KEDUDUKAN DA’I DALAM ISLAM

MAKALAH
AYAT-AYAT TENTANG KEDUDUKAN DA’I
DALAM ISLAM

Dosen pembimbing :
HUSNAWADI, MA




Disusun Oleh :
Husni imani

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL AQIDAH AL HASYIMIYYAH JAKARTA
2014-2015



Prakata


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberi taufik, hidayah, serta inayahnya kepada kita, sehingga kita semua senantiasa masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya termasuk juga dengan penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah TAFSIF DAKWAH dengan judul
“AYAT-AYAT TENTANG KEDUDUKAN DA’I DALAM ISLAM”

Dan tidak lupa pula, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi agung kita, makhluk termulia dari segala makhluk-makhluk ciptaan-Nya ialah baginda Muhammad SAW, serta kepada para kerabatnya, para shahabat seluruhnya, wa ba’du:

Terimakasih kami ucapkan atas dukungan dan dorongan kepada bapak / ibu dosen pembimbing, beserta teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga menjadi sebuah karya ilmiah yang baik dan benar.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang selalu membangun dari teman-teman sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas wawasan mengenai dongeng serta seluk beluknya.Dan tidak lupa pula penulis mohon maaf atas kekurangan di sana sini dari makalah yang penulis buat ini.




Jakarta, 08 mei 2014

Husni imani



BAB I
PENDAHULUAN

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam.
Dakwah merupakan denyut nadi Islam karena dengan dakwah itu lah Islam berkembang, dengan dakwah itu Islam dikenal dan tentunya tanpa dakwah itu, Islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.
Dakwah dilakukan oleh para muslim dan muslimah atau yang kita fahami dengan da’i, dan perlu kita ketahui bahwa berdakwah adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi seorang umat muslim yang beriman.
Seorang pendakwah atau da’i dituntut untuk menjadi orang yang mempunyai pemahaman yang mendalam mengenai syariat Islam itu sendiri bahkan ia harus mampu menyelesaikan semua permasalahan kehidupan yang ada sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits. Tidak lepas dari itu, seorang da’i juga harus bisa menjadi sebuah figur dan personal baik dihadapan masyarakat yang mana dia berdakwah di dalamnya. Ia harus memiliki solusi real yang sesuai dengan syariat Islam akan permasalahan yang ada dan berkembang di masyarakat. Dia juga harus mempunyai spirit dan jiwa pejuang Islam sejati yang tidak akan pernah menyerah dalam berdakwah walau kematian yang menantangnya untuk berhenti berdakwah maka pejuang sejati tidak akan pernah berhenti dari dakwah ini. Bahkan walaupun dia digoda oleh harta, tahta dan wanita maka ia tidak akan pernah keluar dari barisan dakwah serta terjerumus kepada hal-hal yang tidak syar’i.
Di tengah-tengah masyarakat, seorang pendakwah juga dituntut untuk menjadi figur yang baik serta berwibawa dan tidak suka membuat masalah. Hal ini sangat diperlukan karena masyarakat kita sekarang yang masih memandang sebuah kebenaran dari orang yang menyampaikannya bukan dari apa yang disampaikan. Figur yang baik dan tentunya syar’I sangat efektif dalam menyampaikan sebuah hukum syariah dan Islam karena masyarakat akan berpikir dua kali dan tidak langsung menolaknya mentah-mentah. Pendakwah tentunya harus benar-benar menjaga iffah ( harga diri ) serta sikapnya di tengah-tengah masyarakat, apa pantas seorang pendakwah yang meneriakkan hukum syariah, menyampaikan hal-hal berbau Islam tapi sikapnya seolah-olah tidak mencerminkan ketaatan kepada hukum syara yang disampaikannya itu.


BAB II
PEMBAHASAN

1) Pengertian Da’i
Secara harfiah kata da’i berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yang artinya panggilan, seruan atau ajakan.
Maksudnya adalah orang (manusia) yang mengajak dan menyeru manusia agar mengakui Allah Swt sebagai Tuhan, lalu menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur-Nya sebagaimana tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian target dakwah adalah mewujudkan sumber daya manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.
Firman Allah ta’alla :

"dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[2]; merekalah orang-orang yang beruntung''. (QS. Ali 'Imran 104)
[2] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Da’i dalam makna istilahi adalah pelaku kegiatan da’wah Al-Quran. Yaitu orang yang menggemakan ajakan, seruan, panggilan, undangan, tawaran, anjuran untuk hidup dengan Al-Quran. Ia juga bermakna Muadzin, karena ia mengajak kepada sesuatu yang dapat mendekatkan kepada Allah. Bentuk jamak Dai adalah Du’at atau Da’uun seperti kata Qadhi bentuk jamaknya adalah Qadhuun.

Du’at menurut bahasa adalah kata umum mencakup Du’at kebaikan atau du’at keburukan dan kesesatan. Maka setiap orang yang membawa fikroh, lalu ia mengajak dan mengundang orang lain kepadanya, apakah fikroh tersebut baik atau buruk, ia disebut da’iyah menurut bahasa. Da’iyah pertama adalah dalam umat ini adalah Rosulullah SAW.

Da’i secara istilah juga mempunyai maksud orang Islam yang secara syariat mendapat beban dakwah mengajak kepada agama Allah. Tidak diragukan lagi bahwa definisi ini mencakup seluruh lapisan dari rasul, ulama, penguasa setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
Ada pendapat yang mengklasifikan da’i kedalam beberapa tingkatan atau hierarki. Dilihat dari urutan penyampai wahyu, tentu saja Allah sebagai pemilik wahyu itu sendiri menempati urutan pertama. Dengan kata lain, dalam konteks da’wah, Allah adalah da’i yang pertama. Da’i berikutnya, yang kedua, adalah Malaikat. Selanjutnya, da’i yang ketiga, adalah Nabi. Setelah da’wah Allah sampai kepada Nabi, maka seterusnya Nabi lah yang diberi amanah untuk menjalankan proyek da’wah Al-Quran di bumi, dan Allah terus mengendalikannya melalui penurunan wahyu yang dilakukan secara bertahap dan mengikuti kebutuhan pragmatis, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi Nabi dalam proses da’wah dari hari ke hari.
Al-Bayanuni menyimpulkan dari sekian banyak definisi dakwah, bahwa dakwah adalah kegiatan menyampaikan Islam kepada manusia, mengajarkan mereka dan mengaktualisasi dalam kehidupan.
Pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa Dakwah ialah menyampaikan Islam kepada umat manusia seluruhnya dan mengajak mereka untuk komitmen dengan Islam pada setiap kondisi. Atau dengan kata lain dakwah ialah segala aktifitas kebajikan yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip Islam dalam rangka membawa manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.


2) Ayat-ayat tentang kedudukan Da’i
Dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting, maka secara hukum adalah kewajiban yang harus diemban oleh setiap muslim. Ada banyak dalil yang menunjukkan kewajibannya, di antaranya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[*] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125).
[*] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:

“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS. Ali Imran: 110 ).

Dalam bahasa yang lain, Rasulullah mengatakan:
“Simaklah! Akan kuberitahu kalian tentang manusia terbaik dan manusia terburuk. Sebenarnya manusia yang terbaik adalah seorang lelaki yang bekerja demi menegakkan ajaran Allah baik di atas punggung kudanya, atau di atas punggung untanya, atau di atas kakinya (tanpa kendaraan), sampai maut datang padanya. Sedangkan manusia yang terburuk adalah seorang lelaki lancang, yang membaca Kitabullah (tapi) ia tidak pernah merujuk (ayat) apa pun darinya.” (Hadits riwayat Ahmad)

Dalam bahasa yang lain lagi, dinyatakan dalam sebuah Hadits:
“Abu Sa’id Al-Khudri r.a. menuturkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah mengatakan: Siapa pun di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka dia (harus) mengubahnya (memperbaikinya) dengan (menggunakan) tangannya. Bila tidak mampu, maka dengan lidahnya. Bila tidak mampu, maka dengan pikirannya. Tapi (yang terakhir) itu adalah (pembuktian) iman yang paling lemah.” (Hadits riwayat Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Nasa’i)

Hadits ini menegaskan satu sisi da’wah; yaitu mengubah kemunkaran (kejahatan; keburukan) menjadi kebaikan. Alat yang digunakan untuk itu adalah tangan (tindakan langsung), lisan (penerangan; penyuluhan; peringatan, dsb.), dan pikiran (harapan; cita-cita; kehendak; keinginan).
Yang terakhir, yaitu ‘bertindak’ melalui pikiran, bila kita lihat dari sisi buruknya, itulah cermin dari kelemahan iman. Tapi bila dilihat dari sisi baiknya, itulah awal dari sebuah proses pembangunan iman. Artinya, bagi seorang mu’min, bila ia belum mampu mengubah keadaan melalui lisannya, apalagi dengan tangannya, maka paling sedikit (minimal) ia harus mempunyai pemikiran (harapan; cita-cita; keinginan) untuk melakukan perbaikan di hari kemudian (setelah ia mampu). Dengan kata lain, harapan, cita-cita, dan keinginan itu adalah sumber daya yang masih tersimpan; yang pada saatnya nanti akan muncul juga ke permukaan.
Pelaksanaan proses da’wah ke luar diri (mengajar) tidak boleh ditunda-tunda; karena hal itu sebenarnya merupakan sebuah kiat untuk memacu semangat berda’wah ke dalam diri sendiri (mempelajari Al-Qurãn). Tapi, hal itu rupanya pernah ‘diprotes’ oleh para pengikut Rasulullah di masa lampau. Dalam sebuah Hadits digambarkan:
“Anas r.a. menceritakan: Kami berkata (kepada Rasulullah), “Ya Rasuullah, kami tidak akan menyuruh orang berbuat baik, sebelum kami sendiri melaksanakan perintah (untuk berbuat baik) seluruhnya. Kami juga tidak akan melarang orang berbuat munkar, sebelum kami sendiri menjauhi kemunkaran seluruhnya.” Maka Rasulullah menjawab, “Jangan begitu! Suruhlah orang berbuat baik, walaupun kalian sendiri belum melakukan (perintah Allah untuk berbuat baik) seluruhnya; dan laranglah orang melakukan kemunkaran, walaupun kalian sendiri belum meninggalkan kemunkaran seluruhnya.” (Hadits riwayat Thabrani)
Hadits ini menggambarkan bahwa keadaan seseorang yang belum sempurna sebagai seorang mu’min tidak harus menjadi penghambat baginya untuk menjalankan proses da’wah.
Lalu, bagaimana dengan anggapan yang berkembang dalam masyarakat bahwa seorang da’i seharusnya adalah tokoh yang bisa dijadikan panutan dalam masyarakat? Anggapan ini sama sekali tidak salah. Seorang da’i memang harus menjadi teladan dalam masyarakat. Tapi keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan yang manusiawi, bukan keteladanan malaikat. Artinya, seorang da’i bukanlah manusia yang begitu lahir lantas menjadi mu’min sempurna. Ia hanya seorang manusia biasa, yang ada kalanya terlahir di tengah lingkungan buruk, sehingga ia pun terpengaruh menjadi manusia yang buruk pula. Tapi justru di situlah letak keistimewannya. Ia yang lahir di lingkungan buruk, dan terpengaruh menjadi buruk, ketika datang orang yang menawarkan ajaran Allah ternyata ia mau menerima, dan selanjutnya aktif pula berda’wah. Di situ lah letak keteladanannya!

Dari orang-orang seperti itu lah kita dapat memetik sebuah pelajaran penting.; yaitu bahwa ajaran Allah ternyata mempunyai kemampuan untuk mengubah kehidupan manusia, membawa manusia bangkit dari kubangan lumpur. Atau dalam bahasa Al-Quran dikatakan keluar dari kegelapan untuk memasuki kehidupan yang terang.

Kesuksesan dakwah tidaklah semata-mata ditentukan kemampuan sang dai, tapi ada faktor terpenting lain adalah khuluqiyyah (kepribadian) sang dai itu sendiri. Pada dasarnya kepribadian seorang dai tercermin dari pesan-pesan dakwah yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Jika dalam dakwahnya ia berpesan agar menegakkan shalat, maka shalat itu memang sudah dilakukannya, kalau ia menganjurkan berinfaq, maka alangkah bijaksananya apabila hal tersebut sudah ia laksanakan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya[1].”
[1]An Nawawi rahimahullah berkata: “ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, isyarat dan tulisan.”
Berdakwah kepada agama Allah Azza wa Jalla termasuk keta’atan yang paling tinggi dan ibadah yang paling agung, ia membutuhkan dari seluruhnya cara-cara yang bermacam-macam, keikhlashan, kesungguhan, kesabaran untuk menyampaikan agama ini, mempertahankan dan memperjuangkannya dari kehancuran:
{يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2)} [المدثر: 1، 2]
Artinya: “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan![2].”
Jika bukan kita penganut agama Islam yang bekerja untuk agama ini, maka siapakah gerangan yang akan mengerjakannya?!

Allah Azza wa Jalla telah memuliakanmu dengan nikmat Islam dan memudahkan bagimu perkara-perkara dan memudahkan bagimu jalan sehingga kamu berjalan di jalan yang paling agung,
Ibnul Qayyim berkata: “Berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah tugasnya para rasul dan para pengikutnya.”
Siapa yang memberikan sebuah buku maka ia adalah pendakwah, siapa yang menghadiahkan kaset maka ia adalah seorang pendakwah, siapa yang mengajarkan oang yang bodoh maka ia adalah seoorang pendakwah, dan barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka ia adalah seorang pendakwah, siapa yang menyampaikan sepatah kata maka ia adalah seorang pendakwah…pintu-pintu yang luas dan jalan yang mudah dan gampang, segala puji hanya milik Allah, setiap kali berkurang kemauan dan hasrat menjadi lemah, maka ingatlah pahala-pahala dan buah-buah yang agung bagi siapa yang berdakwah ke jalan Allah, di antaranya:
1) Mengikuti para nabi dan mencontoh mereka
{قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ } [يوسف: 108]
Artinya: “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.(QS.YUSUF 108)”

2) Bergegas untuk mendapatkan kebaikan dan kemauan di dalam mendapatkan pahala
karena Allah Azza wa Jalla memuji para pendakwah:
{وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ } [فصلت: 33]
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”
Asy Syaukani berkata: “Tidak ada yang lebih baik darinya dan yang lebih jelas dari jalannya dan tidak ada yang lebih banyak pahalanya dibanding amalannya”.

3) Berusaha untuk mendapatkan pahala-pahala yang besar kebaikan-kebaikan yang banyak dengan hanya perbuatan yang sedikit
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira dengan sabdanya:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya. (HR MUSLIM)”

Jika anda menunjukkan seseorang kepada agama Islam maka bagi anda seperti pahala islamnya, amalannya, shalatnya dan puasanya dan tidak mengurangi hal tersebut dari pahalanya sedikitpun, dan pintu ini sangat agung dan luas, siapa yang diberi taufik oleh Allah Azza wa Jalla ia akan masuk ke dalamnya.

4) Taufik dan pendekatan kepada kebenaran: bahwasanya ia adalah buah yang sangat jelas dari dakwah
Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ} [العنكبوت: 69
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Al Baghawi berkata: “Orang-orang yang berjihad melawan orang-orang musyrik untuk memperjuangkan agama kiat”.

5) Berdakwah kepada agama Allah termasuk dari sebab-sebab yang mendatangkan kemenangan melawan musuh-musuh
Allah Ta’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ} [محمد: 7]
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Karena dengan dakwah maka Allah akan disembah sesuai dengan yang disyri’atkan-Nya, kemungkaran-kemungkaran akan hilang, dan akan tumbuh di dalam umat ini rasa kejayaan dan kemuliaan sehingga jalan di jalan kemenangan dan kekuasaan.

6) Dengan berdakwah kepada agama Allah maka akan didapatkan kedudukan-kedudukan yang tinggi
Syaikh Abdurrahman As Sa’dy rahimahullah berkata: “Dan kedudukan ini yaitu kedudukan berdakwah adalah kesempurnaan yang bagi orang-orang shiddiq, yang telah menyempurnakan akan diri mereka dan selain mereka, dan mereka akan mendapatkan warisan yang sempurna dari para rasul”.

7) Dari buah hasil berdakwah adalah shalawat Allah, para malaikat-Nya dan penduduk langit dan bumi atas pengajar manusia kebaikan
karena apa yang ia akan sampaikan hanyalah ilmu yang diwarisi dari firman Allah Ta’ala dan sabda rasul-Nya yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya dan penghuni bumi dan langit sampai semut yang berada di lubangnya dan bahkan sampai ikan benar-benar bershalwat atas pengajar manusia kebaikan[HR.TURMUDZI].”

8) Berdakwah kepada agama Allah mengangkat derajat di dunia dan akhirat
Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya pangkat makhluq yang paling mulia di sisi Allah adalah pangkat kerasulan dan kenabian, karenanya Allah mengutus dari manusia seorang rasul bergitu pula dari jin”.

9) Termasuk buah hasil berdakwah adalah terus mengalirnya pahala si pendakwah setelah wafatnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا مَا عَمِلَ بِهِ فِي حَيَاتِهِ وَبَعْدَ مَمَاتِهِ حَتَّى يَتْرُكَ
Artinya: “Barangsiapa yang mensunnahkan sunnah yang baik maka baginya pahala amalan tersebut selama dikerjakan di dalam kehidupannya dan setelah wafatnya sampai ditinggalkan[Hadits riwayat Ath Thabarani].”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seorang anak keturunan Adam meninggal maka terputus amalnya kecuali dati tiga perkara…”, dan salah satu diantaranya adalah: “Ilmu yang bermanfa’at.”

10) Doa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam agar mendapatkan rahmat bagi siapa yang menyampaikan sabda beliau
termasuk hal yang paling agung yang membantu untuk selalu berjalan dengan semangat:
رحم الله امرأ سمع منى حديثا فحفظه حتى يبلغه غيره
Artinya: “Allah merahmati seseorang yang telah mendengar dariku sebuah hadits lalu ia menghafalnya kemudian ia sampaikan kepada orang lain (Hadits riwayat Ahmad)”

11) Allah akan menghapus dosa-dosanya
"Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan[60]. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar". ( Al Anfaal 29)
[60] Artinya: petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dapat juga diartikan disini sebagai pertolongan.

Firman Allah ta’alla :

"dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[2]; merekalah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali 'Imran 104)
[2] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Dakwah merupakan denyut nadi Islam karena dengan dakwah itu lah Islam berkembang, dengan dakwah itu Islam dikenal dan tentunya tanpa dakwah itu, Islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.

 Mediator taqarrub kepada Allah swt.

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik".(Yusuf: 108).
Dakwah sebagai mediator taqarrub kepada Allah, karena menjalankan dakwah berarti menjalankan perintah Allah dan mengikuti tuntunan RasulNya. Lebih dari itu dakwah merupakan jejak langkah para nabi dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan kepada manusia.

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya[1].”
[1]An Nawawi rahimahullah berkata: “ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, isyarat dan tulisan.”
Taufik dan pendekatan kepada kebenaran: bahwasanya ia adalah buah yang sangat jelas dari dakwah
Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ} [العنكبوت: 69
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

 Berdakwah kepada agama Allah mengangkat derajat di dunia dan akhirat
Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya pangkat makhluq yang paling mulia di sisi Allah adalah pangkat kerasulan dan kenabian, karenanya Allah mengutus dari manusia seorang rasul bergitu pula dari jin”.





KESIMPULAN

Betapa urgen nya dakwah dalam sebuah agama islam, dan merupakan denyut nadi Islam karena dengan dakwah itu lah Islam berkembang dan menjadi besar, dengan dakwah itu Islam dikenal. dan tentunya tanpa dakwah, islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.
Dari keterangan makalah diatas, betapa agung dan tingginya kedudukan dakwah di dalam agama Allah. Dan yang tentu, sebuah dakwah pastilah tidak lepas dari seorang da’i. betapa mulianya seorang yang menyebarkan agama ALLAH, maka penulis mengajak kepada semua yang membaca makalah ini, MARI BERDAKWAH, MARI BERDAKWAH, MARI BERDAKWAH…





PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang baik hati pada umumnya.



Jakarta, 10 mei 2014

Husni imani

0 komentar: