Dari : Situs Alfi

Rabu, 14 Mei 2014

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM


BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Peradaban Islam pada  mulanya dimulai dari zaman Rasulullah. Islam menampilkan peradaban baru yang esensinya berbeda dengan peradaban sebelumnya. Peradaban yang ditinggalkan Nabi misalnya peradaban Arab di zaman Jahiliyah. Dengan demikian, Islam telah melahirkan revolusi kebudayaan dan peradaban.
Peradaban Islam berkembang sangat maju dalam percaturan peradaban dunia, bahkan jauh sebelum kebangkitan bangsa Eropa, umat Islam telah maju dengan peradabannya yang gemilang. Bahkan bangsa-bangsa Eropa tidak mungkin akan bisa menjadi maju, jika saja tidak belajar dari peradaban Islam.

B. Rumusan Masalah

1.      Peradaban Islam di Baghdad
2.      Peradaban Islam di Kairo (Mesir)
3.      Peradaban Islam di Isfahan (Persia)
4.      Peradaban Islam di Istambul (Turki)
5.      Peradaban Islam di Delhi (India)
6.      Peradaban Islam di Andalus (Spanyol)
7.      Peradaban Islam di Samarkhan dan Bukhara




BAB II
PEMBAHASAN



1Peradaban Islam di Baghdad

Kota Baghdad didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua, Al-Manshur (754-775 M) pada tahun 762 M. kota Baghdad terletak di pinggir sungai Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan teliti dalam masalah lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Menurut cerita rakyat, daerah ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan, raja Persia yang masyhur, dimusim panas.
Dalam pembangunan kota ini, Khalifah memperkenalkan ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota ini berbentuk bundar. Di sekelilingnya dibangun dinding tembok yang besar dan tinggi. Di sebelah luar dinding tembok, digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air dan sekaligus sebagai benteng. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Setelah masa al-Manshur, kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Banyak para ilmuwan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang ingin dituntutnya. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyd (786-809 M) dan anaknya Al-Ma’mun (813-833 M). Dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Prestise politik, supremasi ekonomi, dan aktivitas intelektual merupakan tiga keistimewaan kota ini. Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaan dan kebudayaan yang tertinggi di dunia. Ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat. Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah “mati” dihidupkan kembali dengan di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah Al-Ma’mun memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan buku-buku ilmu pengetahuan. Perpustakaan itu benama Bait al-Hikmah.

Dalam bidang sastra, kota Baghdad terkenal dengan hasil karya yang indah dan digemari orang. Di antara karya sastra yang terkenal ialah Alf Lailah wa Lailah, atau kisah seribu satu malam. Di kota Baghdad ini, lahir dan muncul para saintis, ulama, filofof, dan sastrawan Islam yang terkenal, seperti al-Khwarizm (ahli astronomi dan matematika, penemu ilmu aljabar, al-Kindi (filosof Arab pertama), al-Razi (filosof, ahli fisika dan kedokteran), al-Farabi (filosof besar yang dijuluki dengan al-Mu’allim al-Tsani, guru kedua setelah Aristoteles), tiga pendiri madzhab hukum Islam (Abu Hanifah, Syafi’I, dan Ahmd ibn Hambal), Al-Ghazali (filosof, teolog, dan sufi besar dalam Islam yang dijuluki dengan Hujjah al-Islam), Abd Al-Qadir Al-Jilani (pendiri tarekat qadariyah), Ibn Muqaffa’ (sastrawan besar) dan lain-lain.

Dari orang-orang inilah islam berkembang dan menyebar luar. Banyaknya orang suci yang dikebumikan di dalam batas dan sekitar tembok kota dan makamnya menjadi pusat tempat ziarah bagi orang Muslim, menyebabkan kota Baghdad mendapat julukan Benteng Kesucian. Di sinilah istirahat Imam Musa Al-Kazhim (Imam ketuju Syi’ah). Di sini pula dimakamkan Imam Abu Hanifah. Sebagai ibu kota kerajaan, tentu banyak pula yang dikebumikan di sini para khalifah dan permaisurinya.

Semua kemegahan, keindahan dan kehebatan kota Baghdad itu sekarang hanya tinggal kenangan. Semuanya seolah-olah hanyut di bawa arus sungai Tigris, seolah kota ini dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M. Semua bangunan kota, termasuk istana emas tersebut dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga menghancurkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan membakar buku-buku yang terdapat di dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Safawi.


2.      Peradaban Islam di Kota Kairo (Mesir)

Kota yang terletak di tepi Sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada masa Dinasti Fatimiah, di masa Shalah Al-Din Al-Ayyubi, dan di bawah Baybars dan Al-Nashir pada masa Dinasti Mamalik. Dinasti Fathimiyah adalah satu- satunya Dinasti Syi’ah dalam islam.
Dalam periode yang kedua dari pemerintahan Abbasiyah, berdiri dinasti Tuluniyah di Mesir (254-292/ 868-905) yang merupakan wilayah otonom dari Baghdad. Pendirinya adalah Ahmad ibn Tulun yang berasal dari Turki. Pada mulanya ia datang ke Mesir sebagai wakil gubernur Abbasiyah, kemudian menjadi gubernur yang berkuasa hingga Palestina dan Syiria. Karena terjadi perselisihan di pusat pemerintahan Abbasiyah yang menyebabkab daerah tidak terindahkan, maka menguatlah dinasti yang berbasis di Lembah Sungai Nill. Kejayaan dinasti ini terjadi pada masa putra Ahmad yang bernama Al- Khumarawayh yang mendapatkan wilayah Mesir, Syiria, dan Gunung Taurus serta wilayah Aljazirah.
Pada Dinasti Tuluniyah, Mesir mengalami kemajuan terutama di bidang militer dan pasukan perang yang dapat menaklukan Syiria, Palestina, Barquq, Mosul, Yaman, dan Hijaz. Di bangunlah Masjid Ibn Tulun yang terkenal hingga sekarang dan markas militer Al- Qathai untuk menampung pasukannya yang tidak tertampung di Masjid ‘Amr ibn Ash, penakluk dan gubernur pertama Mesir. Masjid tersebut juga masih berdiri tegak sampai kini di pinggiran Kota Kairo.
Dinasti Ikhsyidiyah (323-358 H/ 935-966 M) yang didirikan oleh Muhammad Ibn Tugj yang berasal dari Turki. Beliau menjadi gubernur Mesir sebagai hadiah dari Abbasiyah setelah dapat mempertahankan wilayah Nill dari serangan Kaum Fathimiyah. Namun serangan yang bertubi-tubi dari Dinasti Fathimiyah menyebabkan tidak lama memegang kekuasaan di Mesir dan akhirnya menyerah kalah di bawah Panglima Jauhar As- Saqili.

Bentuk kota Kairo ini hampir merupakan segi empat. Di  sekelilingnya dibangun pagar tembok besar dan tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini  memanjang dari Masjid Ibn Thulun sampai ke Qal’at Al- Jabal, memanjang dari Jabal Al-Muqattam sampai ke tepi Sungai Nill.
Setelah pembangunan kota Kairo rampung lengkap dengan istananya, As-Saqili mendirikan Masjid Al-Azhar, 17 Ramadhan 359 H/970 M. Masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama Al-Azhar diambil dari Al-Zahra’, julukan Fathimiah, puteri Nabi Muhammad SAW dan istri ‘Ali ibn Abi Thalib, Imam pertama Syi’ah.

Dalam pemerintahannya Al-Mu’iz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama. Dalam bidang administrasi, beliau mengangkat seorang wazir untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Dalam bidang ekonomi, beliau memberi gaji khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya. Dalam bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan, dua untuk Madzhad Syi’ah dan dua untuk Madzhab Sunni.
Pada masa Al-Aziz menggunakan program baru dengan mendirikan masjid- masjid, istana, jembatan, dan kanal- kanal baru. Pada masa Aziz Billah dan Hakim Bianrillah, terdapat seorang mahaguru bernama Ibn Yunus menemukan pendulum dan ukuran waktu dengan ayunannya. Karyanya Zij Al-Akbar Al-Hakimi diterjemahkan ke berbagi bahasa. Beliau meninggal pada tahun 1009 M kemudian penemuan- penemuannya diteruskan oleh Ibn Al-Nabdi (1040) dan Hasan Ibn Haitham, seorang astronom dan ahli optika, yang tersebut terakhir ini menemukan

Dinasti Fathimiyah dapat ditumbangkan Dinasti Ayyubiyah yang didirikan Al-Ayyubi, seorang pahlawan dalam Perang Salib. Beliau tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah, tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah menjadi Ahlussunnah.Beliau juga mendirikan lembaga-lembaga ilmiah baru, terutama masjid yang di lengkapi dengan tempat belajar teologi dan hukum. Karya-karya ilmiah yang muncul pada masanya dan sesudahnya adalah  kamus-kamus biografi, kompendium sejarah, manual hukum, dan komentar-komentar teologi. Ilmu kedokteran diajarkan di rumah-rumah sakit. Prestasinya yang lain adalah didirikannya sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat fikiran.
Kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir diambil alih oleh Dinasti Mamalik. Dinasti ini mampu mempertahankan pusat kekuasaannya dari serangan Mongol dan mengalahkan Tentara Mongol itu di Ayn Jalut dibawah pimpinan Baybars. Hal yang dilakukan Baybars yaitu memugar bangunan- bangunan kota, merenovasi Al- Azhar dan pada tahun 1261 M mengundang keturunan dari Abbasiyah untuk melanjutkan khilafahnya di Kairo. Dengan demikian prestise kota ini semakin menanjak. Banyak  bangunan yang didirikan dengan rarsitektur yang indah-indah pada masanya dan masa-masa kekuasaan Dinasti Mamalik berikutnya. Kejayaan Dinasti Mamalik memang berlangsung agak lama. Pada tahun 1517 M, dinasti ini  dikalahkan oleh Kerajaan Utsmani yang berpusat di Turki dan sejak itu Kairo hanya menjadi ibu kota provinsi dari Kerajaan Ustmani tersebut.
Pada waktu itu, Kairo menjadi satu-satunya pusat peradaban Islam yang terpenting, di karenakan kota ini selamat dari serangan Mongol yang di pimpin oleh Panglima Jauhar As-Saqili.


3.      Peradaban Islam di Kota Isfahan

Isfahan adalah kota terkenl di Persia, pernah menjadi ibu kota kerajaan Safawi. Kota ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy, tempat berdirinya Syhrastan kemudian, dan Yahudiyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajir I atas anjuran istrinya yang beragama Yahudi. Ada beberapa pendapat tentang kapan kota ini ditaklukan oleh tentara Islam. Pendapat pertama mengatakan penaklukan itu terjadi pada tahun 19 H (640 M), dibawah pimpinan Abdullah ibn ‘Atban atas perintah Umar ibn Al-Khattab untuk menalkukan kota Jayy yang merupakan salah satu ibu kota provinsi Persia waktu itu.
kota ini menjadi kota penting sebagai ibu kota provinsi dan pusat industri dan perdagangan. Kota ini berbentuk bundar, pintunya ada empat dengan menara pengontrol sebanyak seratus buah. Ardashir, raja persia, pernah membangun irigasi untuk pengaturan air dari sungai Zandah, bernama Zirrin Rod, berarti sungai emas. Hingga sekarang, perekonomian negeri ini sangat tergantung kepada pertanian kapas, candu, dan tembkau.
Kota ini, sebelum berada di bawah kekuasaan Kerajaan Safawi, sudah beberapa kali mengalami pergantian penguasa, Dinasti Samani tahun 301 H/913 M, kemudian direbut Mardawij tahun 316 H/928 M dan memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad. Setelah itu jatuh ke tangan kekuasaan Bani Buwaih dan pada tahun  421 H/1030 M direbut oleh Mahmud Al-Ghznawi, penguasa Dinasti Ghaznawiah. Dari penguasa Ghaznawi ini, Isfahan lepas ke tangan penguasa Seljuk dan dijadikan sebagai tempt tinggal Sultan Maliksyah. Di awal abad ke-6 H/ 12 M, di kota ini Syi’ah Ismailiah banyak memperoleh pengikut. Pada tahun 625 H/ 1228 M terjadi pertempuran besar di sini, ketika tentara Mongol datang menyerbu negeri-negeri islam dan menjadikan Isfahan sebagai salah satu bagian dari wilayah kekuasaan Mongol itu. Ketika Timur Lenk menyerbu negeri-negeri islam kota ini ikut jatuh ke tangannya Tahun 790 H/ 1388 M dan 7000 penduduk terbunuh. Setelah itu kota ini dikuasai oleh Kerajaan Usmani tahun 955 H/1548 M, dan pada taahun 1134 H/ 1721 M, terjadi pertempuran antara Husein Syah, raj Safawi dengan Mahmud Al-Afghani, yang mengakhiri riwayat kerajaan Safawi sendiri. Pada tahun 1141 H/1729 M, kota ini berada di bawah kekuasaan Nadzir Syah.
Kota ini, ketika berada di bawah kekuasaan kerjn Safawi di kelilingi oleh tembok yang terbuat dari tanah dengan delapan buah pintu. Di dalam kota banyak berdiri bangunan, seperti seperti istana, sekolah-sekolah, masjid-masjid, menara, pasar, dan rumah-rumah yang indah, terukir rapi dengan warna-warna yang menarik. Masjid Syah yang masih ada sampai sekarang yang didirikan oleh Abbas I, merupakan salah satu masjid terindah di dunia. Pintunya dilapisi dengan perak. Di samping itu juga ada lapangan dan tanaman yang terawat baik dan menawan.
Kerajaan Safawi berdiri di saat Kerajaaan Utsmani di Turki mencapai puncak kejyanya. Kerajaan Safawi berasal dari gerakan tharikat di Ardabil sebuah  kota di Azerbeijan (wilayah Rusia) yang berdiri hampir bersamaan dengan Kerajaan Usmani di Turki. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (q252-1334 M). Kerajaan Safawiyah menganut ajaran Syi’ah dan di tetapkan sebagai madzhab negaranya. Safi Al-Din  keturunan dari Imam Syi’ah yang ke enam Mus Al-Kazim. Karena alim dan sifat zuhudnya maka Safi Al-Din diambil menantu oleh gurunya yang bernama Syekh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang di kenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dalam waktu yang tidak lama tarekat ini berkembang pesat di Persia, Syiria, Asia kecil,
Masa kemajuan Kerajaan Safawi di Persia dalam bidang ekonomi, yaitu telah di kuasainya Kepulauan Hurmuz dan Pelabuhan Gumrun yang telah  di ubah menjadi Bandar Abbas pada masa Abbas I. Maka salah satu jalur dagang yang menghubungkan antara timur dan barat sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Di samping sektor perdagangan kerajaan Safawi jug mengalami kemajuan di sektor pertanian terutam di diaerah Bulan Sabit Subur (fortille crescent).
Dalam bidang ilmu pengetahuan sejarah Islam bangsa Pesia di anggap berjasa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Maka tidaklah mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuwan seperti, Baha Al-Din Asy-Syaerozi, Sadar Al-Din Asy-Syaerozi, Muhammad Al-Baqir Al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuwan di bidang filsafat, sejarah, teolog, dan ilmu umum.
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibu kota ini, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, kebun wisata, jembatan yang memanjang di atas Zende Rud dan Istana Chihilsutun.

4.      Peradaban Islam di Kota Istambul

Kota Istambul adalah ibu kota Kerajaan Turki Usmani. Kota ini awalnya merupakan ibu kota Kerajaan Romawi Timur dengan nama Konstantinopel. Konstantinopel sebelumnya sebuah kota bernama Bizantium, kemudian diganti dengan nama Konstantinopel oleh Kaisar Romawi Timur, Kaisar Constantin.
Pada tahun 395 M, Kerajaan Romawi pecah menjadi dua, Romawi Timur dan Romawi Barat. Romawi Barat yang beribu kota di Roma (Italia) sedangkan Romawi Timur beribu kota di Konstantinopel.
Konstantinopel jatuh ke tangan umat islam pada masa Dinasti Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan Muhammad II yang bergelar  Muhammad Al-Fatih tahun 1453, dan dijadikan ibu kota Kerajaan Turki Usmani. Bahkan jauh sebelum Sultn Muhammad Al-Fatih dapat menguasai Konstantinopel, para penguasa islam sudah sejak zaman Khulafaur Rasyidin, kemudian Khalifah Bani Umayyah, dan Khalifah Bani Abbasiyyah berusaha untuk menaklukan kota Konstantinopel, namun baru pada masa Kerajaan Turki Usmani usaha itu dapat berhasil.
Oleh Sultan Muhammad Al-Fatih, kota Konstantinopel yang artinya kota Constantin, yang diubah namaya menjadi  Istambul yang artinya kota islam. Wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Eropa timur, Asia kecil, dan Afrika Utara. Bahkan kekuasaan Istambul juga diakui oleh daerah-daerah Islam.
Sebagai ibu kota, di sinilh tempat berkembangnya kebudayaan Turki yang merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan. Bangsa Turki Utsmani banyak mengambil ajaran etika dan politik dari bangsa Persia. Sebagai bangsa berasal dari Asia Tengah, Turki memang suka berasimilasi dan senang bergaul dengan bangsa lain. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, kebudayan Bizantium banyak mempengaruhi kerajaan Turki Utsmani ini. Namun, jauh sebelum mereka berasimilasi dengan bangsa-bangsa tersebut, sejak pertama kali mereka masuk islam bngsa Arab sudah menjadi guru mereka dalam bidang agama, ilmu, prinsip-prinsip kemasyarakatan dn hukum. Huruf Arab dijadikn huruf resmikerajan. Kekuasaan tertinggo memang berada di tangan Sultan, tetapi roda pemerintahan dijalankan oleh Shadr Al-A’zham (Perdana menteri) yang berkedudukan di ibu kota. Jabatan-jabatan penting, termasuk perdana menteri, seringkali justru diserahkan kepada orang-orang asal Eropa, dengan syarat menyatakan diri secara formal masuk islam.


5.      Pusat Peradaban Islam di Delhi (India)

Wilayah Asia Selatan (dahulu bernama India) sudah terdapat dua golongan besar yang berbeda kepercayaan. Yaitu, Dravida mempercayai agama secara abstrak dan Aria mempercayai agama secara nyata, sehingga terjadilah pertentangan-pertentangan kepercayaan. Akibatnya, bangsa Dravida menjadi lemah dan ada yang ikut menganut kepecayaan mereka. Bangsa Aria yang lebih kuat memaksa bangsa Dravida untuk menganut kepercayaan mereka. Kemudian, kepercayaan ini berkembang menjadi agama Brahmana (Hindu) yang melahirkan adanya kasta-kasta, yaitu kasta Brahmana, kasta Ksatriya, Kasta Waisa dan Kasta Sudra.

Awal masuk Islam di india dibagi dalam beberapa periode, diantaranya :
1)      Periode Nabi Muhammad SAW
Pada masa Nabi, banyak orang dari  suku jat (india) menetap di Arab. Dan salah satunya menyembuhkan Aisyah, Istri Rasulullah. Rasulullah telah mengetahui tentang daerah india dari para pedagang yang telah lama berhubungan dagang dengan daerah tersebut. Pada tahun 630-631 M. Nabi mulai berhubungan dengan luar dengan cara mengirim utusan dan menerima kunjungan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tidak begitu banyak informasi yang dapat diketahui tentang india pada periode ini.

2)      Periode Khulafaur Rhasyidin dan Bani Umayyah
Pada Masa Khulafaur Rhasyidin, beberapa ekspedisi ke India melalui laut tidak berhasil karena tenggelamnya armada, disamping tentara Arab kurang ahli di laut. Invasi melalui laut selanjutnya dilarang oleh Umar Ibn Khattab. Pada tahun 643-644 M tentara Arab berhasil menguasai kirman, Sizistan sampai Mekran. Selanjutnya Pada masa Muawiyyah Ibn Abu Sofyan, Dinasti Umayah, tentara Islam hanya sampai Kabul, Ibu kota Afghanistan sekarang.

3)      Periode Dinasti Ghazni
Meskipun masih dalam abad pertama dari hijrah Nabi, tanah-tanah Sind telah menjadi wilayah kerajaan islam, dan telah berganti-ganti pemerintahan yang menguasainya, dan telah tersebar ke muslim yang menetap di negeri yang luas itu, namun bagian terbesar dari tanah india belum takluk di bawah pemerintahan Islam. Raja-raja masih memerintah dengan kuat di beberapa negeri yang besar, dan alam Hindu masih kuat dengan Kuil-kuil Pagoda, meskipun dia telah bertetangga dengan negeri-negeri Islam. Pergerakan penaklukan dilanjutkan dengan semangat dan tenaga baru pada abad ke-10 M, oleh bangsa Turki yang datang ke india dari balik perbukitan Afghan.

Pada permulaan paruh kedua abad X M, 961-962 M berdiri dinasti Ghazni yang terkenal karena gagah berani dan perkasa berperang. Mulanya kerajaan ini hanya sebuah kerajaan kecil dalam wilayah kerajaan bani Saman dan nama pendirinya adalah Alptgin.

Tokoh yang terkenal dalam dinasti Gazni adalah sultan Mahmud. Pengakuan dari khalifah Bagdad al-Qadir Billah dengan memberi gelar Yamin Al Daulah (tangan kanan kerajaan) dan Amin al Milah (orang kepercayaan agama) kepadanya.

4)      Dinasti Ghuri
Kerajaan Ghur terletak didaerah perbukitan antara Ghazni dan Herat. Daerah ini di taklukkan Sultan Mahmud pada tahun 1010 M. Sejak saat itu daerah ini menjadi sebuah provinsi yang menjadi bagian dari kesultanan Ghazni. Orang-orang Ghuri telah berjuang dan melayani setia di bawah bendera sultan Mahmud. Tetapi selama kekuasaan para penggantinya, mereka menunjukkan sikap kurang perhatian dalam hal loyalitas terhadap terhadap sultan Ghaznawi.
Semenanjung Iberia di Eropa, yang meliputi wilayah Spanyol dan wilayah Portugal sekarang ini, menjorok ke selatan ujungnya hanya dipisahkan oleh sebuah selat sempit dengan ujung benua Afrika. Bangsa Grit tua menyebut selat sempit itu dengan tiang-tiang Hercules dan di seberang selat sempit itu terletak di benua Eropa. Selat sempit itu sepanjang kenyataan memisahkan lautan tengah dengan lautan atlantik.[1]
       Semenanjung Iberia, sebelum ditaklukkan bangsa Visighots pada tahun 507 M, didiami oleh bangsa Vandals. Justru wilayah kediaman mereka itu disebut dengan Vandalusia. Dengan mengubah ejaanya dan cara membunyikannya, bangsa Arab pada masa belakangan menyebut semenanjung Iberia itu dengan Andalusia.
Spanyol diduduki oleh umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man Al-Ghassani menjadi Gubernur di daerah itu. Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman Al-walid itu, Musa bin Nushair memperluas wilayah kekuasaanya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.


6.      Peradaban Islam di Andalus

Dalam proses penaklukan Spanyol ada 3 pahlawan Islam yang memimpin pasukan kesana yakni Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Namun, yang sebagai perintis dan penyelidik kedatangan Islam ke Andalusia adalah Tariq ibn Ziyad. Ia yang telah memimpin pasukan tentera menyeberangi lautan Gibralta (Jabal Thariq) menuju ke semenanjung Iberia. Musa ibn Nushair pada tahun 711 M, mengirim pasukan Islam dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad yang hanya berjumlah 7000 orang dan tambahan pasukan 5000 personel yang memang tak sebanding dengan tentera pasukan Gothik yang berkekuatan 100.000 lengkap bersenjata. Namun, pada akhirnya, Thariq bin Ziyad mencapai kemenangan, dengan mengalahkan Raja Foderick di Bakkah dan menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada, Toledo dan hingga akhirnya menguasai seluruh kota penting di Spanyol.
       Kemenangan-kemenangan Islam terlihat nampak begitu mudah. Tentu hal ini didorong oleh faktor-faktor baik karena tokoh-tokoh pejuang dan prajurit Islam yang kuat, kompak dan penuh percaya diri dan juga didorong oleh faktor-faktor yang menguntungkan Islam yakni kondisi sosial, politik dan ekonomi Spanyol yang buruk pada waktu itu.
Andalusia, sebuah negeri yang meninggalkan jejak begitu besar di sepanjang sejarah umat Islam pada awal perkembangan Islam di dunia Eropa. Tentu hal ini menyita banyak perhatian besar dari berbagai khalayak umat Islam. Dikatakan demikian, karena penguasaan Islam terhadap semenanjung Iberia lebih khusus Andalusia, telah menunjukkan bahwa Islam telah tersebar ke negara Eropa.
Mulai dari tahapan awal proses masuknya Islam, dimana wilayah Spanyol diduduki oleh khalifah-khalifah dalam setiap dinasti-dinasti yang didirikan dalam setiap periodenya. Tentu, hal ini banyak memiliki peranan yang sangat penting dan besar dalam perkembangan umat Islam. Dimana  pada akhirnya Islam pernah berjaya di Spanyol dan berkuasa selama tujuh setengah abad. Suatu masa kekuasaan dalam waktu yang sangat lama untuk mengembangkan Islam.
Namun, di balik usaha keras umat Islam mempertahankan kejayaan pada masa sekian abad itu, umat Islam menghadapi kesulitan yang amat berat. Dimana pada suatu ketika, umat Islam diterpa serangan-serangan penguasa Kristen yang sampai-sampai umat Islam tidak kuasa menahan serangan-serangan penguasa Kristen yang semakin kuat itu. Sehingga pada akhirnya Islam menyerahkan kekuasaannya dan semenjak itu berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol.
Demikianlah Islam di Andalusia, walaupun pada akhirnya berakhir dengan kekalahan, namun islam muncul sebagai suatu kekuatan budaya dan sekaligus menghasilkan cabang-cabang kebudayaan dalam segala ragam dan jenisnya. Banyak sekali kontribusi Islam bagi kebangunan peradaban dan kebudayaan baru Barat. Sumbangan Islam itu  telah menjadi dasar kemajuan Barat terutama dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sains dan teknologi, astronomi, filsafat, kedokteran, sastra, sejarah dan hukum.


7.      Peradaban Islam di Samarkhan dan Bukhara (Transxania)

Peradaban islam di Samarkhan
Tahun 323 M, kota Samarkand menjadi bagian dari kekuasaan yang berpusat di Bactaria. Setelah itu, di sana berdiri kerajaan Graeco Bactrion (Bactria Yunani) pada masa Anthiochus II Theos. Sejak itu, hubungan politik dan ekonomi antara samarkand dengan persia terputus, meskipun hubungan dalam budaya terus berlanjut.
Sebelum kedatangan Islam ke daerah tersebut, masyarakat masih memeluk agama Saman, yaitu agama nenek moyang mereka dan agama Budha. Pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan, usaha penyebaran islam antara lain oleh Ahnaf bin Qays salah seorang panglima Arab, menuju ke daerah tepian sungai Jihun pada tahun 30 H.Kemudian pada masa Yazid bin Abi Sufyan dari Dinasti Umayyah, banyak melakukan serangan ke beberapa daerah di Turkistan bagian selatan. Di bawah pimpinan Said bin Utsman, tentara islam menyebrangi sungai Jihun, dan memasuki wilayah Uzbekistan . Dalam penaklukan itu, kota Biekand, yaitu sebuah kota yang terletak di antara Bukhara dan sungai Jihun, dapat dikuasai dengan cara perdamaian. Selanjutnya tentara islam mulai memasuki kota Samarkand pada tahun 55 H. Setelah beberapa lama, Bukhara melanggar perjanjian, sehingga tentara islam harus menaklukkan kembali kota tersebut.
Setelah Qutaibah bin Muslim Al Bahily berhasil menaklukkan Khurasan tahun 88 H, Bukhara tahun 90 H/709 M da Farghana tahun 96 H/ 725 M berhasil juga ditaklukkan mulai saat iulah agama islam tersebar ke wilayah Rusia. Sebagai pusat kegiatan dakwah, Qutaibah membangun sebuah masjid di Bukhara tahun 94 H (713 M). kemudian pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Azis beberapa raja dan pemimpin masyarakat di wilayah Uzbekistan menyatakan diri sebagai pemeluk Islam dan akan selalu menaati segala peraturan yang ditetapkan oleh pemerintahan Islam di Pusat, yaitu Damaskus. Masuknya para pemimpin dan tokoh masyarakat di Uzbekistan dan beberapa penguasa lainnya di Sajistan, Balkh , Bukhara dan Samarkand menjadikan istilah mulai berkembang dan dianut masyarakat Rusia. Terdapat empat orang pahlawan yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi wilayah Transoxania di Rusia, yaitu Muslim bin Ziyad bin Abi Sofyan, Muhlab bin Abi Shafrah, Yazid bin Muhalab, dan Qutaibah bin Muslim Al Bahily.
Samasrkhan adalah kota kedua terbesar dan ibu kota pertama di Republik Uzbekistan. Samarkhan berada di sebelah sungai as-Saghad. Kota ini terdiri dari tiga bagian benteng yang terleletak di bagian selatan kota. Di dalamnya terdapat taman-taman yang indah. Kota ini dikelilingi oleh parit dan mempunyai empat pintu gerbang yaitu di Timur Bab as-Sin, sebagai suatu kenangan akan hubungan lama antara kota Samarkhan dan  Cina dalam perdagangan kulit, di Utara Bab Bukhara, pintu yang menghadap kota Bukhara, di Barat Bab an-Nawbahar, dan diselatan Bab al-Kabir.
Pada tahun 202 H/819 M. Al Makmun, Kholifah dari dinasti Bani Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, menyerahkan urusan pemerintahan negeri Transoxania (Samarkhan dan Bukhoro) kepada Ibn Saman. Sejak itu kedua kota berada dibawah kekuasaan Dinasti Samaniyyah.
Penghasilan utama kota Samarkhan adalah kertas. Pabrik kertas ini di pindahkan dari cina. disini juga terdapat makam Qosim ibnu Abbas yang dipandang sebagai pembawa agama Islam ke negri ini, dan juga makam abu Mansur al Maturidi.
Pusat peradaban Islam di Bukhara
Kehidupan penduduk Bukhara mulai berubah ketika tentara Islam datang membawa dakwah. Pada akhir 672 M, Ziyad bin Abihi menugaskan Miqdam Rabi bin Haris berlayar dari Irak menuju daerah Khurasan. Miqdam berhasil menaklukkan wilayah itu sampai ke Iran Timur. Setelah Ziyad meninggal, Muawiyah, khalifah Bani Umayyah, memerintahkan Ubaidillah bin Ziyad untuk menaklukkan Bukhara. Pasukan tentara Islam pertama kali menjejakkan kaki di tanah Bukhara pada 674 M di bawah pimpinan panglima perang Ubaidillah bin Ziyad. Namun, pengaruh Islam benar-benar mulai mendominasi wilayah itu pada 710 M di bawah kepemimpinan Kutaiba bin Muslim. Seabad setelah terjadinya Perang Talas, Islam mulai mengakar di Bukhara.
Tepat pada 850 M. Bukhara telah menjadi ibu kota Dinasti Samanid. Dinasti itu membawa dan menghidupkan kembali bahasa dan budaya Iran ke wilayah itu. Ketika Dinasti Samanid berkuasa, selama 150 tahun Bukhara tak hanya menjadi pusat pemerintahan, namun juga sentra perdagangan.
Bukhara adalah salah satu diantara beberapa daerah yang dikenal dengan sebutan ma wara an-nahr yaitu daerah yang terletak disekitar sungai jihun di Uzbekistan, asia tengah. Buku-buku geografi lama menganggap Bukhara sebagai kota yang paling besar diantara kota-kota yang ada dalam kekuasaan umat islam. Bukhara tidak saja terkenal keindahannya,juga merupakan pusat perdagangan yang mempertemukan pedagang-pedagang cina dengan asia barat.
Selain itu, karena berada di sekitar Sungai Jihun, tanah Bukhara pun dikenal sangat subur. Buah-buahan pun melimpah. Kota Bukhara terkenal dengan buah-buahan seperti Barkouk Bukhara yang terkenal hampir seribu tahun. Geliat bisnis dan perekonomian pun tumbuh pesat. Tak heran bila kemudian nama Bukhara makin populer.
Bukhara adalah terkenal dengan perdagangan dan industri tenun. Disini juga terdapat makam Baha ‘Uddin An-Naqsaband wafat pada abad ke-8 H/14 M. Disini ada ulama ahli hadis terkenal yaitu imam bukhari. Yang menulis kitab shahih bukhari.





BAB III
KESIMPULAN

Peradaban-peradaban islam yang telah di alami di daerah Baghdad, Kairo, Isfahan, Istambul, Delhi, Cordova, Granada, Samarkhan dan Bhukara memiliki kontribusi besar dalam berbagai bidang seperti: pendidikan dan ilmu pengetahuan, politik dan pemerintahan, ekonomi, arsitektur. Peradaban dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan Kota Baghdad memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan beribu-ribu ilmu pengetahuan yang bernama Bait Al-Hikmah, Perguruan Mustanshiriyah, serta para ilmuwan yaitu Al- Khawarizmi, Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad ibn Hambal, Al- Ghazali, Abd Al-Qadir Al-Jilani, Ibn Muqaffa’, dan lain-lain.Peradaban dalam bidang politik dan pemerintahan di Kairo dengan pelaksanaaan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama.
Peradaban Islam dalam bidang ekonomi di Kota Isfahan dengan  di kuasainya Kepulauan Hurmuz dan Pelabuhan Gumrun dan diubah menjadi Bandar Abbas yang menjadi salah satu jalur dagang yang menghubungkan antara timur dan barat. Peradaban dalam bidang arsitektur di Kota Istambul dengan pembangunan masjid, Gereja Ayashopia yang diubah menjadi masjid Agung terpenting di Istambul dengan menutup gambar makhluk hidup sebelumnya, mendirikan mihrab yang dindingnya dihiasi dengan kaligrafi indah dan menara-menara, Masjid Agung Al-Muhammady, Masjid Abu Ayyub Al-Anshory sebagai tempat pelantikan para Sultan Usmani, Masjid Bayazid dengan gaya Persia, dan Masjid Sulaiman Al-Qanuni
Kota-kota seperti itu dapat menjadi Pusat peradaban Islam karena banyak faktor yang menunjang misalnya di Delhi, selain letaknya di pinggir sungai Janma yang notabene adalah daerah transit juga kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang menunjangnya. Begitu juga di Cordova menjadi target menuntut ilmu setelah adanya Universitas Cordova. Lain halnya di Samarkhan dan Bhukara, selain kemahiran dalam sistem penataan kota, Samarkhan adalah penghasil kertas sedangkan Bukhara adalah pusat industri tenun.


Demikianlah makalah yang dapat saya buat, sebagai manusia biasa kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

0 komentar: